Jumlah pesawat Korps Marinir yang siap terbang pada hari tertentu telah anjlok dalam tujuh tahun terakhir. Hal ini telah memunculkan risiko tinggi dari kecelakaan dan kemampuan mereka untuk melakukan misi tempur.
Sebagaimana dilaporkan Corps Marine Times armada F/A-18 Hornet milik Marinir misalnya, dari 276 pesawat hanya 87 yang saat ini layak terbang. Pejabat Korps Marinir mengatakan pada 20 April jumlah itu kurang dari sepertiga dari varian F / A-18A-D yang dapat digunakan untuk menyerang kelompok ISIS. Sebagai perbandingan pada 2009, 73 persen dari F / A-18A siap untuk misi bersama dengan 77 persen dari carian C dan 76 persen dari F / A-18D.
Helikopter Marinir juga telah mengalami kemerosotan terbesar. Hanya 42 dari 147 helikopter CH-53E Super Stallions yang bisa diterbangi, atau sekitar 28,5 persen dari total armada CH-53E. Pada akhir tahun 2009, tingkat misi CH-53E lebih dari dua kali lipatnya atau sekitar 63 persen, dengan 39 persen dari helikopter dalam kondisi benar-benar siap misi. Rata-rata satu skuadron memiliki sembilan CH-53E, dan hanya tiga yang bisa diterbangkan.
Turunya kualitas pesawat juga telah menjadikan tingkat kecelakaan Marinir meningkat tajam bahkan mencapai tertinggi lima tahun terakhir pada bulan September ketika kematian mencapai 18 selama sembilan bulan pertama 2015. Sekitar empat bulan kemudian, belasan Marinir tewas ketika dua CH-53E Super Stallions jatuh di lepas pantai Hawaii.
Pensiunan Angkatan Laut Cmdr. Chris Harmer, mantan instruktur pilot HH-60H Seawhawk, mengatakan pemotongan anggaran yang harus disalahkan atas kejadian ini.
“Marinir kurang mendapat latihan terbang seperti yang seharusnya didapatkan. Semakin sedikit pelatihan personel pemeliharaan penerbangan, semakin sedikit uang yang kita miliki untuk suku cadang, semakin sedikit uang yang kita miliki untuk latihan, semakin tinggi tingkat kecelakaan.”
Kapten. Sara Burns, Juru Bicara Penerbangan Marinir mengatakan pilot CH-53E Marinir rata-rata terbang sekitar 10,7 jam selama periode pelaporan 30 hari terakhir. Antara 18 Februari dan 18 Maret, pilot Hornet rata-rata terbang sekitar 8,8 jam dari rencana yang seharusnya 15 jam.
Harmer mengatakan angka 15 jam pun masih kurang. Idealnya, pilot harus terbang antara 25 dan 30 jam per bulan. Rata-rata delapan atau sembilan jam per bulan dapat menyebabkan kesalahan fatal.”Anda meningkatkan risiko dengan mengurangi setiap jam di bawahnya. Delapan jam per bulan, itu benar-benar tidak bertanggung jawab. Kau akan membunuh banyak orang jika itu norma baru.”
Sumber : Jejak Tapak