JAKARTA - Direktur Kajian Politik Center for Indonesian National Policy Studies (Cinaps) Guspiabri Sumowigeno menilai ada tiga agenda Singapura dibalik protes atas penamaan KRI Usman-Harun.
"Pemerintah Singapura memiliki tiga agenda nasional yang bisa dipenuhi melalui sikap soal penamaan KRI Usman-Harun," kata Guspiabri, Selasa (11/2).
Guspiabri menjelaskan pertama adalah Singapura sebagai sekutu Amerika Serikat (AS) sedang mencari perhatian dari negara adidaya itu guna mendapatkan dukungan militer tambahan dengan mengirim pesan sedang terancam oleh kebangkitan militer Indonesia.
Ia mengatakan Singapura rajin mencari celah untuk meningkatkan kapasitas militernya melalui dukungannya pada politik global AS. Sebagai negara yang menawarkan diri sebagai penjaga kepentingan AS di kawasan Singapura.
Dengan situasi tegang Indonesia-Singapura melalui kasus ini akan dimanipulasi untuk mendapatkan tambahan dukungan militer dari negara adidaya itu karena Singapura sedang dikesankan terancam oleh dua raksasa, Indonesia dan Cina.
"Ini berarti Singapura sedang mencoba menyusun persepsi internasional bahwa kebangkitan militer Indonesia sama sifatnya dengan kebangkitan militer Cina yang menjadi ancaman bagi kawasan Asia Tenggara. Hal ini jelas mencederai semangat kerjasama yang sudah baik dalam 40 terakhir ini," jelasnya.
Kedua, Singapura memiliki kebutuhan untuk membangun nasionalisme dan identitas nasionalnya. Nasionalisme di kalangan rakyat Singapura sulit dibangun karena masyarakatnya terkotak-kotak dalam segregasi etnik yang tajam dan fakta bahwa negara Singapura adalah hadiah dari kekuatan kolonial.
Ketiga, rezim yang berkuasa di Singapura yang sudah menguasai Pemerintahan sejak awal berdiri negara tersebut mulai terganggu oleh tuntutan demokratisasi. Rezim ini sedang dilanda kerapuhan, karena proses demokrasi yang berlangsung telah direkayasa untuk melestarikan kekuasaannya.
"Kita melihat bagaimana pola ini juga digunakan oleh Malaysia yang juga kerap mencari masalah dengan Indonesia. Nampaknya rezim rapuh di Singapura sedang mengikuti jejak rezim sejenis di Malaysia," katanya.(Sumber : Republika)