Jakarta - Ketua DPR Ade Komarudin meminta pemerintah Indonesia segera mengambil langkah tegas dalam upaya pembebasan 14 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Menurutnya, harus sudah ada upaya nyata karena nyawa WNI terancam.
"Terkait tindakan pembajakan terhadap kapal yang berawak warga negara Indonesia di Filipina yang kesekian kalinya, DPR mendesak pemerintah untuk segera mengambil sikap konkret dalam upaya pembebasan sandera," ujar Ade Komarudin dalam pidatonya di ruang paripurna, Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Terkait persoalan ini, DPR mendorong pemerintah untuk menginisiasi Perjanjian Multilateral dengan negara Asean dalam rangka kerjasama pengamanan jalur perairan laut sebagai jalur lintas perdagangan. Perjanjian ini menitikberatkan dengan Filipina.
"Segera membuat perjanjian bilateral dengan Filipina agar dapat dilakukan patroli secara bersama pada jalur utama pelayaran agar keamanan di lajur tersebut terjamin," tuturnya.
Sebelumnya, dalam paripurna, anggota Fraksi PAN Yandri Susanto menilai pemerintah harus serius dalam pembebasan WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Ia meminta harus ada target pembebasan yang dilakukan pemerintah.
"Harus serius soal sandera Abu Sayyaf. Jangan sampai nasib serupa dialami WNI lain. Dalam waktu sesingkatnya harus segera mungkin agar kembali ke tanah air," tutur Yandri.
Seperti diketahui, 14 WNI masih disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina. Pemerintah sejauh ini masih terus melakukan upaya pembebasan dengan komunikasi intensif kepada otoritas Filipina.
Kelompok Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 15 miliar untuk para WNI yang disandera.(hat/aan)
Kita Selalu Dapat Info Posisi Terkini
Pemerintah masih terus berupaya untuk membebaskan Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Salah satu upaya yang terhitung up to date adalah mengenai informasi perpindahan para sandera.
"Operasi militer di Filipina sering dilakukan, makanya saat ada kabar bahwa para sandera itu berpindah tempat. Upaya komunikasi yang dilakukan yaitu pemerintah Filipina selalu mengabarkan informasi update dari sana ke kita. Sehingga kita terhitung uptodate mengenai info dari sana," kata Jubir Kemlu Arrmanatha Nasir, di kantornya, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2016).
Menurut Tata, komunikasi yang terhitung Up to date pada saat peristiwa eksekusi WN Kanada oleh Abu Sayyaf, Minggu Lalu. Pada saat kejadian itu Menlu Retno sudah mendapat kabar dari pihak Filipina bahwa tidak ada sandera WNI disekitar lokasi kejadian.
"Kejadian minggu lalu eksekusi sandera WN Kanada oleh Abu Sayyaf. Melalui operasi militer filipina sebelumnya, sehingga menlu sudah diberitahu, tidak sandra asal Indonesia pada saat eksekusi WN Kanada disekitar lokasi," sambung Tata.
Tata menyebut komunikasi yang baik menjadi langkah-langkah penting dalam upaya penyelamatan sandera Indonesia.
"Intesitas komunikasi terus berlangsung, antara Menlu Filipina dengan Menlu Retno baik melalui telpon, teks atau fax, semua perkembangan langkah-langkahnya diberitahu, sehingga upaya-upaya kita untuk bisa mengamankan sandera tetap aman," jelas Tata.
Sebagaimana diketahui, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi selalu menjalin komunikasi dengan Menlu Filipina untuk memperoleh semua informasi terkini, terkait penyanderaan WNI di Filipina.
"Dari waktu ke waktu saya terus memantau. Terus komunikasi khususnya konstan terus saya lakukan dengan Menlu Filipina. Semua perkembangan, komunikasi dan saran kita terus lakukan dan info yang kami peroleh adalah Alhamdulilah warga negara Indonesia masih dalam kondisi baik," ucap Retno di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (23/4/2016).(adf/rvk)
Sumber : Detik, Garuda Militer