Desert Storm tetap menjadi patokan untuk kampanye udara modern. Dalam 40 hari, kekuatan udara koalisi berhasil menghancurkan salah satu instansi militer terbesar di dunia, dan hanya membutuhkan waktu 100 jam untuk membuka jalan bagi pasukan darat masuk dan megnusir militer Irak dari Kuwait.
Kampanye udara didahului oleh upaya menekan sistem pertahanan udara Irak dan misi ini adalah yang paling efektif yang pernah ada. Jet-jet tempur membongkar sistem pertahanan udara Irak hanya dalam waktu 72 jam.
Sebagai buntut dari kampanye sukses ini, Angkatan Udara AS akhirnya meningkatkan dua kali lipat komitmennya untuk meningkatkan kemampuan peperangan elektronik, mencari pengganti dari F-4G Wild Weasel dan memindahkan sistem misi dari EF-111A ke dalam badan pesawat baru. Sekolah Wild Weasel yang dijadwalkan akan ditutup telah telah direvitalisasi dan staf dengan kader berbakat dipilih untuk mengelola sekolah ini.
Kesuksesan Angkatan Udara dalam membongkar sistem pertahanan udara Irak kala itu karena ada tiga kaki peperangan elektronik atau “Electronic Combat triad,” yang terdiri dari EF-111A, F-4G, dan EC-130 Compass Call. EF-111A Raven adalah konversi dari tempur bomber F-111 dengan kemampuan melakukan jamming radar pertahanan udara. F-4G Wild Weasel adalah yang terakhir dari konversi phantom milik Angkatan Udara yang dimaksudkan untuk memburu dan membunuh baterai rudal radar. Sementara EC-130 Compass Call adalah jammer komunikasi yang kuat.
Tetapi karena terpikat janji palsu siluman, kekuatan ini telah hilang. F-4G dan EF-111A pensiun tanpa pengganti. Armada EC-130 Compass Call dikurangi, sekolah Wild Weasel ditutup dan pengalaman tempur puluhan tahun yang didapat secara susah payah dalam upaya Suppression of Enemy Air Defenses (SEAD) hilang tersapu angin.
Angkatan Udara Amerika menempatkan semua chip pada Joint Strike Fighter yang terus menghadapi masalah kemampuan dan meledaknya biaya pengembangan. Parahnya lagi, sistem yang dirancang Rusia dan China untuk mengalahkan F-35 sudah diterjunkan sebelum pesawat siluman ini masuk layanan.
Angkatan Udara Amerika tidak hanya kehilangan kemampuan untuk menembus wilayah udara yang memiliki sistem pertahanan dengan pesawat tempurnya, tetapi juga telah kehilangak keahlian dalam peperangan elektronik.
“Jika Amerika Serikat akan terus mengandalkan kekuatan udara sebagai kontributor kredibel untuk pertahanan nasional, maka kita harus harus kembali belajar bagaimana cara membuka jalan bagi pesawat tempur menggunakan metode yang benar,” tulis Kolonel Mike “Starbaby” Pietrucha, seorang instruktur peperangan elektronik di F-4G Wild Weasel dalam artikelnya di War on Rock 25 April 2016.
Sejarah Perang Elektronik AmerikaSejarah kemampuan perang elektronik di Angkatan Udara Amerika telah melalui sejarah panjang. Maret 1965 adalah awal dari Operasi Rolling Thunder, kampanye udara di Vietnam. Vietnam enjadi tempat yang ideal untuk aplikasi kekuatan udara. Hanoi hanya mengoperasikan pesawat tempur tua MiG-17 selama kurang lebih satu tahun. Mereka juga memiliki sekitar 50 radar pertahanan udara, tetapi didukung oleh senjata artileri anti-pesawat kuno yang tiak mampu mencapai jet terbang tinggi. Implikasi yang jelas adalah bahwa jet cepat Amerika dapat digunakan untuk menerapkan kekuatan militer yang efektif dengan risiko yang relatif rendah.
Situasi berubah pada 24 Juli 1965, ketika sebuah sistem rudal permukaan ke uara SA-2 Guideline Soviet merobek sebuah F-4C Angkatan Udara Amerika di 40 mil barat dari Hanoi. Hari berikutnya, sistem ini terpantau oleh drone pengintai yang terbang pada ketinggian 59.000 kaki.
Vietnam telah membawa ke dalam layanan sistem pertahanan udara yang jet tempur Amerika Serikat tidak memiliki pertahanan untuk melawannya. Dan ini karena kesalahan Amerika karena meremehkan sistem pertahanan tersebut.
SA-2 sebenarnya telah diterjunkan oleh Uni Soviet pada tahun 1957, dan pada tahun 1960, Guideline menembak jatuh U-2 dan pada tahun 1962, baterai Soviet yang diletakkan di Kuba telah juga menembak jatuh U-2 lebih dari satu kesempatan. Namun demikian, Angkatan Udara ternyata tetap belum siap ketika menemukan SA-2 di Vietnam.
Meski akhirnya respons yang muncul sangat terkenal. Angkatan Udara menarik petugas peperangan elektronik atau electronic warfare officers (EWO) dari Komando Udara Strategis dan dipasangkan denga dengan pilot pesawat tempur berpengalaman. Pesawat dua kursi F-100F secara khusus dimodifikasi untuk deteksi radar, dirakit dalam waktu kurang dari 90 hari. Pada tanggal 22 Desember 1965, Kapten Alan Lamb dan Jack Donovan menjadi tim pertama yang mampu membunuh SA-2.
Mereka melesat di ketinggian rendah untuk mengambil radar dari udara dengan empat senjata 20mm. Ditambahkan radar-jamming EB-66C, Angkatan Udara mulai saat itu memiliki kemampuan perang elektronik ofensif. Kemampuan Wild Weasel kemudian bermigrasi ke F-105F, F-105G, beberapa F-4C, dan akhirnya F-4G Wild Weasel. EB-66C digantikan oleh EF-111A Raven. Pada tahun 1982, Angkatan Udara menerima pengiriman pertama EC-130H Compass Call, jammer komunikasi yang didedikasikan dan dirancang untuk mengganggu link radio pertahanan udara Soviet. Electronic Combat Triad atau EC Triad Amerika benar-benar telah lengkap.
Dirancang untuk membongkar jaringan pertahanan udara Soviet, EC Triad didukung oleh struktur pelatihan dan pendidikan yang kuat. F-4G dan EF-111A diterbangkan oleh pilot dan electronic warfare officers (EWO). Di dalam F-4G, dikendalikan dari kru lulusan sekolah Wild Weasel, program khusus yang hanya diberikan untuk pilot yang berpengalaman (meskipun ada juga program “baby EWO”). Dan program ini menunjukkan keberhasilan dlam Deset Strom atau setelah 25 tahun program dijalankan.
Lingkungan Hari IniSejak Perang Teluk, lingkungan pertahanan udara telah berubah secara radikal. F-117A mampu menyelinap relatif mudah melalui pertahanan udara Irak yang sebagian besar terdiri dari sistem Soviet yang telah diterjunkan antara tahun 1955 dan 1970. Desain siluman F-117 adalah teori baru tentang bagaimana masuk untuk menekan sistem pertahanan lawan. Tapi setelah Amerika Serikat menunjukkan pesawat ini, ilmuwan Rusia dan China kemudian belajar dan tahu persis apa yang Amerika lakukan serta mulai mencoba melawannya. Mereka memahami fisika serta berbagia hal; dengan menggeser frekuensi radar mereka ke bawah, mereka bisa meniadakan banyak keunggulan siluman AS. Pada tahun 1985, sebelum F-117 secara resmi diluncurkan, CIA membuat laporan rahasia (yang sekarang telah dibuka ke publik) tentang respons Soviet terhadap pesawat siluman Amerika.
Dalam laporan itu dikatakan radar frekuensi rendah (VHF) lebih efektif terhadap target dengan radar cross section rendah karena panjang gelombang radar mendekati panjang platform. Soviet memiliki radar peringatan dini VHF baru, dan yang lebih canggih sedang dalam pengembangan.
Pada tahun 1991, ada lima sistem radar surveillance Soviet yang beroperasi di VHF (frekuensi sangat tinggi) dan satu yang beroperasi di UHF (frekuensi ultra tinggi). Hanya dua radar telah dijual di luar Pakta Warsawa. Dan saat ini Rusia dan China telah membangun setidaknya 20 sistem berbasis darat yang berbeda yang beroperasi di frekuensi rendah dan beberapa di antaranya telah diekspor.
Sejak tahun 1991, Rusia telah menerjunkan sejumlah radar surveillance band VHF untuk melengkapi atau menggantikan seri tua yang digunakan untuk melacak F-117 sebelum ditembak jatuh di atas Serbia. China juga mengoperasikan di band VHF Type 408C, JY-27 dan YLC-8, dan JY-26, yang diluncurkan pada tahun 2014. Selusin desain lain milik China dan Rusia beroperasi di UHF dan L band. Iran juga telah membangun jaringan peringatan dini menggunakan radar HF modern yang beroperasi bahkan di bawah band VHF di sekitar 28MHz.
Yang membuat keadaan menjadi lebih buruk, mayoritas radar ini mobile, membuat mereka mudah untuk digerakkan dan sulit untuk menargetkan. Demikian juga, rata-rata SAM modern juga sangat mobile, mampu membidik beberapa sasaran secara bersamaan dan dalam beberapa kasus memiliki rudal yang mampu melakukan perjalanan pada kecepatan hipersonik. Sistem SAM jarak jauh dilindungi oleh SAM jarak pendek, yang melindungi dari sistem senjata jarak dekat. Selain radar, sistem deteksi pasif menjadi lebih murah dan lebih baik. Anda dapat membeli kamera termal gelombang panjang untuk iPhone Anda; Para ilmuwan Cina mengeksplorasi teknik deteksi target multispektral untuk melacak knalpot pesawat jet.
Dikombinasikan dengan sikap mengabaikan Angkatan Udara terhadap kemampuan peperangan elektronik, maka Amerika berada dalam kesulitan besar.
Back To The FutureAda cara untuk Angkatan Udara Amerika mendapatkan kembali kemampuan penetrasi dari udara, tetapi membutuhkan pengakuan bahwa semua filsafat tentang siluman tidak benar. Angkatan Udara tidak bisa menghabiskan jalan keluar dari masalah ini dengan F-35. Daripada menempatkan seluruh portofolio kekuatan udara taktis pada belas kasihan satu pesawat, layanan harus melakukan upaya untuk mengembalikan kemampuan lama yang tertidur dan kembali berinvestasi dalam kesiapan, pelatihan, dan peperangan elektronik. Angkatan Udara harus membeli kembali Triad EC dan bertekad kembali beroperasi pada operasi ketinggian rendah.
Ketinggian rendah adalah kunci untuk melawan radar darat. Dengan pengecualian langka, radar adalah metodologi sensor line-of-sight – jika sebuah benda di atas horizon radar atau di belakang hambatan, radar tidak dapat mencapai itu dan karena itu radar tidak dapat melihatnya. Hal yang sama berlaku untuk sensor optik, termasuk inframerah atau cahaya ultraviolet. Ketinggian rendah secara tradisional adalah surga dari deteksi dini, sejak jauh sebelum munculnya siluman. Ketinggian rendah direncanakan cermat untuk menghindari deteksi. Sebuah jet pada kecepatan udara taktis khas 480 knot dapat menyeberangi dua mil kesenjangan antara bukit-bukit hanya 15 detik.Triad EC Angkatan Udara Amerika tinggal ada dua yakni EC-130H yang jumlahnya terbatas dan F-16CM Blok 50 yang digunakan untuk misi SEAD. Tetapi F-16 hanya dimaksudkan sebagai “solusi sementara” dari pesawat SEAD “Dan orang-orang yang membuat keputusan yang gagal untuk membedakan antara peralatan yang dibutuhkan untuk membunuh SAM dan peralatan yang dibutuhkan untuk harms fire. F-16 adalah yang terakhir,” tulis Pietrucha.
Dalam Operasi Angkatan Sekutu, tiga tahun setelah F-4G pensiun, F-16 tidak dapat mengimbangi kinerja F-4G di Desert Storm; F-15E memang mampu membunuh lebih SAM daripada jenis pesawat lain, tapi SAM Serbia tetap menjadi ancaman sejak malam pertama sampai terakhir. Angkatan Laut telah kembali menjadi tuan perang elektronik dari EA-6B era-Vietnam ke EA-18G Growler, yang dimodifikasi F-18F Super Hornet. Growler membawa sistem jamming ALQ-99 yang mirip dengan apa yang diinstal di EF-111A, EA-6B. Sistem juga diinstal dalam badan strike fighter, sehingga mempertahankan kemampuan udara ke udara dan udara ke darat Super Hornet.Analog yang jelas untuk Angkatan Udara adalah untuk memberikan tugas yang sama dengan menggunakan badan pesawat F-15E. Program lanjutan Wild Weasel pernah memunculkan rencana untuk menggunakan F-15G sebagai lanjutan dari F-4G. McDonnell Douglas mencoba menginstal antena array konformal pada F-15E dalam program yang disebut Headhunter. Seperti EA-18G, F-15G Strike Weasle bisa melakukan jamming terhadap rudal sekaligus menggunakan rudal anti radiasi atau persenjataan lain untuk menghantam SAM. Berbeda dengan EA-18G, F-15E memiliki sejarah membunuh SAM yang lebih baik. Tetapi persoalannya apakah Angkatan Udara mau melepaskan keyakinannya selama ini bahwa teknologi siluman adalah segalanya. Jika tidak maka Triad EC sepertinya sulit untuk dibangun kembali.
Referensi : Tulisan Kolonel Mike “Starbaby” Pietrucha di War is Rock 25 April 2016. Dia adalah Wild Weasel # 2235, seorang instruktur elektronik perwira peperangan di F-4G Wild Weasel dan lulusan terakhir program Baby Ewo sekolah Weal Weasel. Dia kemudian beralihi ke F-15E Strike Eagle dengan mengumpulkan total 156 misi tempur dan mengambil bagian membnuh 2,5 SAM dalam lebih dari 10 penyebaran tempur. Sumber : Jejak Tapak