Djibouti memiliki luas tanah hanya 23.000 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk hanya 830.000 orang. Walau negara itu tidak memiliki sumber daya alam yang perlu diperhatikan, namun Djibouti menjadi negara penting di arena keamanan internasional.
Amerika Serikat menjadi kekuatan militer asing terbesar, dengan sekitar 4.000 personel di Camp Lemonier. Kehadiran militer asing terbesar kedua di Djibouti adalah mantan kekuatan kolonial negara itu, Perancis, dengan sekitar 1.900 tentara.
Jepang memiliki sekitar 600 anggota Maritime Self-Defense Force yang berotasi di fasilitas darat dan kapal angkatan laut. Mereka beroperasi di sekitar pelabuhan Djibouti.
Tiongkok dan Arab Saudi baru-baru ini telah bergabung dalam kelompok itu. Pada bulan Januari, Republik Rakyat Tiongkok telah menyelesaikan kesepakatan dengan Djibouti. Fasilitas itu menjadi pangkalan militer pertama Tiongkok di luar negeri.
Lokasi geografis Djibouti menjadi penarik kekuatan asing. Negara itu menjadi simpul kunci di Teluk Aden-Suez Canal.
Wilayah itu merupakan rute perdagangan yang sangat penting untuk ekonomi dunia, dengan dilalui sekitar 20.000 kapal. Tak hanya itu, 20 persen ekspor global tahunan melalui jalur itu.
Demikian pula, perdagangan Tiongkok dengan Uni Eropa sebesar 1 miliar dolar AS per hari, sebagian besar lewat laut dan karena itu harus menggunakan rute Teluk Aden-Suez Canal.
Faktor lain dari yang menjadi daya tarik Djibouti adalah kedekatannya dengan daerah potensi krisis. Tetangga terdekat Djibouti termasuk dua hot spot, yaitu Yaman dan Somalia. Kedua negara itu mengalami perang saudara dan terorisme berkembang di wilayahnya. Menjaga Djibouti tetap damai di tengah kekacauan menjadi kepentingan kekuatan asing.
Bagi Tiongkok, basis di Djibouti akan memungkinkan negara di Asia Timur itu untuk mengamankan kepentingan ekonominya yang sedang tumbuh di benua Afrika. Sementara Arab Saudi, minat negara itu di Djibouti berasal dari keterlibatan dalam perang sipil di Yaman.
Sumber : JKGR