Angkatan Udara Malaysia (Royal Malaysian Air Force/RMAF) sedang memilih pesawat tempur untuk menggantikan 12 armada MiG-29 yang dibeli pada 1995. Namun, dengan menurunnya pendapatan dari sektor minyak, Kuala Lumpur harus mengencangkan ikat pinggang.
Pada 2014, Malaysia memutuskan untuk menyewa 36 – 40 jet tempur dari negara lain daripada membeli langsung. Gripen Swedia kini menjadi yang terdepan, sementara Dassault dan Sukhoi mundur ke belakang. Swedia juga memberi janji manis akan meminjamkan pesawat kontrol dan peringatan dini dalam paket tersebut.
Dengan menyewa Gripen, Angkatan Udara Malaysia tak akan terjebak dalam masalah penuaan pesawat, katakanlah, dalam kurun 15 tahun. Swedia akan menarik kembali jet mereka setelah periode peminjaman berakhir, dan mungkin menjual kembali pesawat tersebut ke negara miskin.
Namun demikian, kerugiannya jauh lebih banyak dibanding keuntungan yang didapatkan. Berdasarkan kondisi operasional dan klausa kontrak, penyewaan ini sama mahalnya dengan kepemilikan penuh. Meski Malaysia akan mendapat pesawat baru yang berkilau dengan biaya uang muka rendah atau tanpa uang muka sama sekali, mereka harus membayar bahan bakar, perawatan, suku cadang, dan asuransi. Biaya total juga bisa termasuk biaya depresiasi.
Dengan latar belakang tersebut, Su-30 Flanker Rusia (Malaysia memiliki versi MKK pesawat ini) dan Su-35 yang lebih canggih (negara tetangganya, Indonesia, telah memesan pesawat ini) menawarkan lebih banyak keuntungan. Konsumsi bahan bakar Su-35 ialah 0,19 kilometer per liter, dan kemampuannya mengangkut beban dua kali lipat dibanding Gripen sungguh mengesankan. Selain itu, konsumsi bahan bakarnya yang tetap rendah bahkan pada kecepatan yang lebih cepat dari suara merupakan keunggulan kunci, karena ketahanan dapat menjadi faktor utama yang menentukan kemenangan dalam pertempuran udara.
Su-30 juga memiliki tingkat efisiensi bahan bakar medium dengan 0,58 kilometer per liter. Ini juga merupakan contoh pesawat kelas berat dengan daya jelajah yang sangat luas. Kedua pesawat Rusia ini merupakan pesawat kelas berat yang lebih besar dibanding Grippen, sehingga efisiensi bahan bakar mereka sungguh patut dikagumi.
Kita bicara pesawat tempur di sini, bukan mobil. Peminjaman pesawat bisa diterjemahkan ke dalam pembatasan operasi pesawat. Sebagai contoh, bolehkah Malaysia menempatkan pesawat ini di manapun mereka mau? Akankah peminjaman membatasi wilayah penerbangan pesawat ini?
Konsultan dirgantara dan pertahanan Asia Pasifik Frost & Sullivan, Ravikumar Madavaram, menyampaikan pada media mengenai implikasi bagi AU Malaysia, “Mereka akan mengecek pesawat tempurnya di Malaysia dari waktu ke waktu dan melihat bagaimana mereka digunakan, inspeksi ini dapat membatasi otonomi pertahanan Malaysia.”
Pada akhirnya, seperti gravitasi, apa yang naik harus kembali jatuh. Ketika masa penyewaan habis, AU Malaysia harus mengembalikan pesawat ini dalam kondisi yang telah disepakati sebelumnya. Mengingat pesawat tempur terbang secara agresif — tak seperti pesawat penumpang — berbagai cacat dan goresan perlu dipertimbangkan.
Menurut perusahaan penyewaan pesawat Conklin & de Decker, “Anda sepertinya akan membayar denda atas tingginya penggunaan pesawat, atau untuk mesin yang tak dijamin oleh program perawatan, serta cacat dan goresan yang tak diterima dalam kontrak peminjaman. Jika Anda memilikinya, Anda bisa terbang sebanyak yang Anda butuhkan, karena pemiliknyalah yang akan menanggung risiko pengurangan nilai pesawat itu.”
Perbandingan Tempur
Tak ada bandingannya. Sukhoi adalah serigala angkasa, sedangkan Grippen tak dirancang untuk pertempuran ganas. Grippen lebih cocok untuk area yang tergolong tenang, seperti di Amerika Selatan, daripada di langit Asia Pasifik yang penuh dinamika.
Pilihan tempur Malaysia juga dipengaruhi oleh lokasi geografisnya. Negara ini dikelilingi oleh laut, sehingga kendaraan tempur bermesin ganda sungguh ideal bagi mereka. Bisa saja salah satu mesin rusak di atas laut dan mengakibatkan masalah serius bagi pesawat bermesin tunggal. Gripen memenuhi kriteria ini, tapi masalahnya terletak pada harga. Malaysia harus memutuskan, bersediakah mereka mengeluarkan dana besar bagi keamanan nasionalnya.
Baik Su-35 maupun Su-30 menawarkan sejumlah keuntungan bagi AU Malaysia, yang tak dimiliki oleh Gripen. Swedia tak terlalu ‘eksis’ secara politik dan tak akan banyak membantu dalam forum perdagangan global. Hanya Rusia yang bisa melakukan ini.
Dalam konteks militer, Sukhoi mendominasi angkasa dengan cara yang tak bisa dilakukan Gripen. Kuncinya ialah kemampuan manuvernya yang luar biasa, yang merupakan keunggulan dalam karakter keluarga Flanker. Pakar aviasi Bill Sweetman menjelaskan bagaimana hal ini memengaruhi hasil pertempuran udara. “Jalur penerbangan yang tak bisa diprediksi akan mempersulit sistem misil untuk menyusun panduan algoritma.” Pada dasarnya, Flanker secara efektif mempersulit kerja misil sehingga mengurangi jangkauannya.
Di saat yang sama, kemampuan manuver supernya memberi keuntungan bagi misil milik Flanker. “Misil jarak pendek dapat diluncurkan dengan probabilitas yang mematikan,” tulis Sweetman.
Salah satu fakta yang diketahui mengenai Flanker ialah kemampuan manuvernya dapat mengurangi visibilitas pesawat ini di layar radar. Mikhail Simonov, desainer legendaris pesawat ini menjelaskan, “Manuver super pesawat ini perlu dilihat sebagai sebuah sistem manuver bagi pertempuran udara jarak dekat. Ketika pilot menerima sinyal bahwa pesawatnya terlacak oleh radar musuh, hal pertama yang perlu ia lakukan adalah terbang vertikal. Saat meningkatkan ketinggian dan mengurangi kecepatan, pesawat akan mulai hilang dari layar radar yang menggunakan efek Doppler.”
“Namun, musuh tidaklah bodoh. Ia juga akan meningkatkan ketinggian pesawatnya. Pada detik itu, pesawat kami terbang vertikal dan kecepatannya mendekati nol. Namun, semua radar Doppler hanya bisa mengenai target bergerak. Jika kecepatan pesawat nol atau cukup rendah untuk mencegah radar musuh untuk mengalkukasi komponen Doppler, pesawat kami akan menghilang dari musuh. Ia mungkin masih bisa melacak kami secara visual, namun tak bisa meluncurkan misil jelajah (baik aktif atau semi-aktif), karena pelacak tak bisa menentukan targetnya.”
Defense Industry Daily (DID) sepakat bahwa keluarga Su-30 memiliki karakteristik siluman. Terdapat sejumlah ‘reduksi keterlihatan’ bagi Su-35 di X-band, yang merupakan pilihan populer bagi radar modern. “Peningkatan kemampuan dilakukan saat uji coba dengan menambahkan material yang dapat menyerap radar, dan menghilangkan atau memodifikasi sensor yang menicptakan titik refleksi bagi radar.”
Selain kemampuan manuver Flanker yang sungguh menakjubkan, jangkauan jarak jauhnya pun memainkan peran dalam pertempuran udara. Karakter tersebut memungkinkan mereka melakukan penjelajahan berulang dan putaran U — taktik Perang Dingin Rusia — yang membuat musuh kehilangan orientasi, kelelahan, dan rentan dalam pertempuran udara.
DID menyebutkan bahwa phased-array NIIP Tikhomirov Irbis-E milik Su-35 dapat mendeteksi hingga 30 target udara, dan dapat memantau delapan target sekaligus. Ia juga bisa mendeteksi, memilih, dan melacak hingga empat target darat, dan mengincar dua di antaranya. Jangkauan pelacakan target udara mencapai 400 kilometer.
Selain itu, Su-35 dapat digunakan hingga enam ribu jam penerbangan, dengan jangka penggunaan 30 tahun. Hal itu memberi Malaysia cukup waktu untuk mempersiapkan diri bagi era pesawat tempur generasi kelima.
Su-27 dan versi penerusnya, seperti Su-30, Su-34, dan Su-35, menandai perubahan historis dalam kekuatan udara dari AS ke Rusia dan negara-negara yang menggunakan teknologi pertahanan Rusia. Baik di India, Tiongkok, Indonesia, Venezuela, atau Malaysia, Flanker membuat kemampuan pertahanan dan penyerangan pesawat Barat terlihat rendah.
Angkatan Udara Malaysia saat ini cukup puas dengan jet Su-30 MKK. Jet lain dapat dengan mudah didapatkan dengan harga terjangkau. Tak ada infrastruktur baru yang perlu diimpor untuk mengoperasikan Su-30. Hal ini berbeda dengan Gripen, karena seluruh sistem pendukung perlu dibeli oleh Malaysia. Selain itu, Malaysia perlu melatih para pilotnya selama bertahun-tahun untuk menguasai pesawat ini.
Saat ini, Angkatan Udara India menawarkan dukungan, saran, serta pelatihan bagi AU Malaysia karena India memiliki jet Sukhoi yang sama. Dukungan semacam ini dari sesama negara Asia sungguh berguna. Sementara dengan Gripen, hal itu tak memungkinkan.