Drama penyanderaan 10 warga negara Indonesia oleh Abu Sayyaf berakhir Minggu 1 Mei 2016 setelah kelompok di Filipina itu membebaskan sandera. Kelompok pemberontak tersebut sebelumnya telah memenggal kepala seorang warga Kanada setelah tenggat waktu tuntutan tebusan sudah terlewati.
Menurut keterangan kepala kepolisian Pulau Jolo, sepuluh WNI tersebut yang merupakan awak kapal tunda Brahma 2 milik perusahaan Taiwan, dibawa ke rumah gubernur Sulu dan kemudian dibawa ke pangkalan militer Filipina.
“Mereka terlihat kelelahan, tapi tetap bersemangat,” kata Junpikar Sitin, kepala polisi setempat.
Pihak kepolisian maupun militer Filipina mengatakan bahwa belum jelas apakah ke-10 WNI tersebut dibebaskan setelah membayar tebusan yang diminta. Namun belum diketahui nasib empat WNI lainnya yang juga disandera oleh kelompok Abu Sayyaf, tapi yang berasal dari faksi berbeda.
Dengan dibebaskannya sepuluh WNI tersebut, kelompok Abu Sayyaf yang dikenal brutal dan sering melakukan penyanderaan untuk mendapatkan dana, masih menahan 13 lainnya, diantaranya empat warga Malaysia, Jepang, Belanda, Kanada, Norwegia dan Filipina.
John Ridsdel, 68 tahun, seorang warga Kanada yang merupakan pejabat perusahaan tambang, dipenggal oleh kelompok Abu Sayyaf Senin lalu. Ridsdel beserta tiga orang lainnya, disandera sejak tiga bulan lalu di sebuah kawasan resor di Filipina selatan.
Potongan kepala Ridsdel ditemukan di dalam sebuah kantong plastik hanya beberapa jam setelah tenggat waktu yang ditentukan telah terlewati.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengutuk aksi tersebut sebagai “pembunuhan berdarah dingin” dan mendesak negara-negara yang warga mereka jadi korban sandra agar tidak membayar tebusan. Tuntutan yang diminta untuk pembebasan Ridsdel adalah 300 juta peso atau 6,41 juta dolar AS.
Sementara itu Presiden Filipina Benigno Aquino bertekad untuk mengerahkan seluruh tenaga untuk menghancurkan kelompok militan tersebut sebelum mengakhiri jabatan dua bulan mendatang.
Tapi kuatnya jaringan kelompok tersebut memberikan tantangan berat bagi sekitar 2.500 tentara Filipina yang dikerahkan untuk menghancurkan mereka. Besarnya bisnis kelompok Abu Sayyat membuat mereka mampu memiliki perahu berkecapatan tinggi, senjata dan alat komunikasi canggih.
Kelompok Abu Sayyaf juga tidak kesulitan untuk merekrut anggota yang berasal dari warga miskin dan pengangguran.
Sumber : Jejak Tapak