Lihat kapal di atas. Indah meskipun dia sudah tua. KRI Slamet Riyadi (352) merupakan kapal perang frigate kelas Ahmad Yani milik TNI Angkatan Laut. KRI Slamet Riyadi memiliki berat 2.942,7 ton, dengan panjang 113,42 meter, lebar 12,51 m dan draft 4,57 meter. Ditenagai mesin diesel 2 x Caterpillar CAT DITA 3616, Reintjes WAV 1000 @16,000 shp, kapal ini sanggup melaju hingga kecepatan 28,5 knot, yang dawaki oleh maksimal 180 pelaut.
Kapal ini merupakan fregat bekas pakai AL Belanda (Hr.Ms. Van Speijk (F802)) yang kemudian dibeli Indonesia pada tahun 1987, setelah dibebastugaskan oleh Belanda.
Kerjasama dengan pemerintah Belanda terus berlanjut, hingga pembangunan 4 korvet Sigma di Belanda. Namun, ketika memasuki pembuatan frigate Sigma, pembangunan dilakukan di Indonesia.
Belanda mengijinkan kapal perang frigate Sigma dibangun di PT PAL, Surabaya. Frigate pertama sudah terbangun dan sedang menjalani uji laut.
Kini Indonesia sedang membangun frigate Sigma kedua, pesanan TNI AL. Bagaimana bisa, setelah membeli korvet Sigma yang, dibangun di DSNS Belanda, tiba-tiba Indonesia membangun frigate Sigma DSNS di PT PAL Surabaya ?.
Sebelum membangun light frigate Sigma, Indonesia telah membangun Landing Platform Dock / LPD Makassar Class, atas transfer teknologi dari Korea Selatan. Perjanjian dengan DaeSun Shipbuilding, Busan, Korea Selatan, menetapkan 2 dari 4 LPD yang dipesan dibangun di PT PAL Indonesia dan Indonesia berhasil membangunnya.
Dari LPD itu, Indonesia mengembangkannya menjadi Strategic Sealift Vessel / SSV yang dipesan oleh militer Filipina.
Satu dari dua SSV pesanan Filipina telah dikirim ke negara tersebut.
Dua negara berpengaruh besar terhadap perkembangan produksi kapal perang Indonesia. Mereka adalah Belanda dan Korea Selatan.
Kini negara poros maritim Indonesia, melangkah maju, untuk membangun kapal yang lebih sulit karena beroperasi di dalam laut. Indonesia bekerja sama dengan Korea Selatan untuk membangun Chang Bogo Class. Sejumlah langkah dan akal dituntut dimiliki Indonesia, untuk mewujudkan kapal selam tersebut. Jika melihat track record di atas, maka seharusnya Indonesia bisa. Demi mewujudkan negara poros maritim. Di Lautan Kita Jaya.
Sumber : jakartagreater