Amerika Serikat enggan berbagi teknologi untuk proyek pengembangan jet tempur buatan Korea karena “faktor Indonesia” kata seorang analis.
Indonesia memiliki hubungan pertahanan yang erat dengan Rusia, dan bermitra juga dengan Korea Selatan yang mengkhawatirkan pemerintah AS, ulas analis tersebut.
Korea berencana mengembangkan jet tempur buatan dalam negeri dan bekerjasama erat dengan Indonesia, salah satu negara pengimpor utama persenjataan dari Rusia. Washington mengkhawatirkan hubungan Indonesia dengan Rusia dapat membocorkan rahasia teknologi inti pada jet tempur yang berteknologi tinggi.
Para analis juga mengatakan partisipasi Indonesia dapat menjadi hambatan bagi proyek KF-X, yang bertujuan untuk mengembangkan jet tempur siluman buatan Korea pada tahun 2025 untuk menggantikan armada F-4 dan F-5.
Pada hari Minggu, Korea Aerospace Industries (KAI), pemenang lelang proyek, menandatangani kesepakatan tentatif dengan pemerintah Indonesia dan perusahaan pertahanan negara, PT Dirgantara Indonesia. Isi kesepakan tersebut, Indonesia akan membayar 20 persen dari total biaya dan berpartisipasi dalam proses desain dan komponen produksi, serta memperoleh satu prototipe dan teknologi data sesudahnya.
“Amerika Serikat memandang Indonesia hanya berbagi biaya kecil pada teknologi pertahanan tersebut,” kata Brad Perrett, kepala biro Aviation Week Asia-Pasifik, majalah mingguan AS yang mengkhususkan diri pada isu-isu pertahanan dan ruang angksa.
“Jadi, partisipasi Indonesia dalam program KF-X meningkatkan kesulitan Korea untuk memperoleh teknologi dari AS, yang tidak tersedia secara bebas.”
Greg Waldron, asia managing editor of FlightGlobal, sebuah situs penerbangan dan industri kedirgantaraan, juga mengatakan pemerintah AS tidak pernah secara eksplisit menyatakan pandangannya tentang keterlibatan Indonesia dengan KF-X sebagai masalah, tetapi beberapa orang di Amerika Serikat dan Korea mengatakan keikutsertaan Indonesia bisa menjadi masalah.
”AS tidak terlalu mempermasalahkan beberapa teknologi penting dalam pesawat latih T-50 yang dijual ke Indonesia,” katanya. “tapi untuk project KF-X, hal ini bisa menjadi masalah.”
KAI, satu-satunya produsen pesawat Korea Selatan, dengan bantuan teknis dari Lockheed Martin berhasil memproduksi pesawat tempur ringan T-50 yang kemudian diekspor kepada Indonesia pada tahun 2011.
AS memberlakukan embargo senjata kepada Indonesia atas invasi ke Timor Timur yang dimulai pada tahun 1975 dan berakhir pada tahun 1999 setelah PBB mensponsori penentuan nasib sendiri rakyat Timor-Timur.
Washington belum menghapus embargo sepenuhnya, dan ini menyebabkan Indonesia mengimpor persenjataan dari Rusia senilai sekitar $ 884 milyar (? mohon dikoreksi) selama sepuluh tahun terakhir.
Sebuah buku tahunan pasar pertahanan global pada 19 November 2015 oleh Defense Agency for Technology and Quality menyatakan, “Indonesia telah mengimpor persenjataan terutama dari Belanda dan Rusia karena larangan ekspor dari AS. Selama lima tahun terakhir, Indonesia telah menjadi nomor 1 pengimpor senjata Rusia. ”
Proyek KF-X menghadapi kemunduran serius pada bulan April setelah pemerintah AS melarang Lockheed Martin menyerahkan empat teknologi inti yang terkait dengan pesawat tempur siluman F-35, termasuk radar AESA kepada Korea Selatan dengan alasan keamanan.
Negosiasi mengenai transfer 21 teknologi lainnya juga sedang ditunda, meningkatkan kekhawatiran baru bahwa Washington mungkin juga menolak untuk menyetujui ekspor 21 teknologi penerbangan.
Para analis berpendapat bahwa jika Korea gagal untuk mendapatkan teknologi dari AS, maka kelayakan proyek KF-X tidak dapat dijamin.
Sumber : Koreatimes, Militerhankam