Ardava.com


Home » , , , , , , , , , , » Dilema Indonesia di Tengah Geopolitik Tiongkok yang Agresif

Dilema Indonesia di Tengah Geopolitik Tiongkok yang Agresif

Written By http://arsipardava.blogspot.com/ on Selasa, 22 Maret 2016

Dilema Indonesia di Tengah Geopolitik Tiongkok yang Agresif
Formasi Kapal Perang Angkatan Laut Tiongkok

Dilema Indonesia di Tengah Geopolitik Tiongkok yang Agresif
Peta Wilayah yang di sengketakan Tiongkok dengan beberapa Negara ASEAN
Tanggapan Juru Bicara Kedutaan RRT mengenai penangkapan anak buah kapal ikan Tiongkok oleh pihak Indonesia.

Pihak Tiongkok sudah mengetahui laporan bersangkutan. Tempat kejadian berada di perairan perikanan tradisional Tiongkok. Kapal ikan Tiongkok dikejar oleh kapal bersenjata Indonesia waktu beroperasi normal. Delapan anak buah kapal Tiongkok ditangkap oleh pihak Indonesia. Segara setelah menerima informasi tersebut, pihak TiongkoK langsung mendesak pihak Indonesia agar membebaskan ABK Tiongkok dan menjamin keamanan mereka. Pihak Tiongkok mengharapkan pihak Indonesia menangani isu terkait secara seksama mengingat hubungan bilateral yang mesra antara Tiongkok dan Indonesia pada saat ini. Dalam hal beda pendapat di bidang perikanan, diharapkan kedua pihak dapat mengadakan komunikasi melalui jalur diplomat. (Detik.com / 21/3/2016).

Melihat pernyataan itu, jelas sudah bahwa Tiongkok mengklaim Laut Natuna, Kepulauan Riau, sebagai traditional fishing grounds atau wilayah tangkapan ikan tradisional mereka, sesuai dengan peta tradisional yang mereka keluarkan pada tahun 1938.

Sikap Tiongkok berubah semakin agresif, sejak kekuatan ekonomi mereka tumbuh berkembang yang juga didukung pembangunan kekuatan militer yang besar-besaran. Ini artinya, Tiongkok kapan pun bisa mengubah ideologi geopolitik mereka yang tadinya defensif menjadi agresif.

Dengan pola ini, bukan tidak mungkin Tiongkok akan semakin agresif dikemudian hari, seiring perkembangan kekuatan ekonomi dan militernya. World Bank sempat merilis analisa, pada tahun 2025, Tiongkok akan menjadi kekuatan ekonomi nomer satu di dunia. Dan pada tahun 2050, akan menjadi kekuatan militer nomer satu di dunia. Dan pada saat itu, mungkin saja Tiongkok akan semakin agreasif, jika merujuk pada tingkah mereka saat ini.

Amerika Serikat, sempat meminta negara negara ASEAN untuk bersatu, melakukan patroli di Laut China Selatan untuk mengimbangi hegemoni Tiongkok, di mana Amerika Serikat akan mem-back up. Namun ajakan dari Amerika Serikat itu, disambut dingin oleh ASEAN.

Dilema Indonesia di Tengah Geopolitik Tiongkok yang Agresif
Latihan Perang Bersama antara Amerika, Australia dan Jepang yang bertujuan Untuk melawan China
Amerika Serikat, akhirnya sesekali bergerak sendiri, untuk mematahkan klaim Tiongkok di Laut China Selatan. Namun karena keberadaan AS ini bersifat sporadis, efeknya tidak efektif dalam menekan pembangunan Tiongkok di Laut China Selatan.

Jepang sendiri sempat geram dengan Indonesia, yang dianggap terlalu lunak kepada Tiongkok dalam Kasus Sengketa Laut China Selatan. Jepang meminta Indonesia lebih aktif berpatroli di Laut China Selatan.

Kini, jelas sudah, Tiongkok mengklaim bahwa Laut Natuna yang terletak di Laut China Selatan, sebagai wilayah tangkapan ikan tradisional. Indonesia memang tidak mengakui konsep traditional fishing grounds, begitu pula dengan dunia Internasional. Untuk itu jelas Tiongkok tidak akan membawa isu tersebut ke meja diplomatik, namun lebih pada strategi menguatkan keberadaannya di wilayah tersebut.

Hingga saat ini, tidak ada sikap yang jelas dari negara ASEAN, atas klaim Tiongkok di Laut China Selatan. Padahal AS, Jepang, dan Australia, cenderung akan mem-back up posisi ASEAN dan itu bisa dirundingkan lebih lanjut. Tentu Vietnam, Korea Selatan dan Taiwan akan mendukung sikap tersebut.

Tiongkok memang cerdik. Total Utang Luar Negeri Indonesia kepada Tiongkok, tumbuh 59,61 persen selama setahun terakhir.

Dilema Indonesia di Tengah Geopolitik Tiongkok yang Agresif
TNI menambah kekuatan berupa Kapal Perang, Pesawat Tempur dan pasukan darat untuk menjaga Kepulauan dan Laut Natuna
Jika pada Januari 2015 utang Indonesia ke Tiongkok 8,55 miliar dollar AS, maka per Januari 2016 tumbuh menjadi 13,65 miliar dollar AS, alias melejit 59 persen.

Menariknya, dari lima negara kreditor besar Indonesia hanya utang ke Tiongkok saja yang mengalami kenaikan selama setahun terakhir. Sementara utang Indonesia ke Singapura, Jepang, Amerika Serikat (AS) dan Belanda sama-sama menurun.

Jika sudah begini, posisi Indonesia untuk secara frontal menentang klaim Tiongkok atas Laut Natuna, sebagai wilayah tangkapan ikan tradisional mereka, semakin sulit. Kalau motonnya NKRI harga mati, tentu klaim Tiongkok tersebut harus ditolak keras dan melarang semua kapal nelayan Tiongkok mencari ikan di Laut Natuna.

Secara militer Indonesia harus diakui bukanlah lawan imbang dari negara nuklir Tiongkok. Namun selain Indonesia, banyak negara yang jengah dan jengkel atas klaim Tiongkok di Laut China Selatan. Sayang negara itu terpecah pecah dan tidak memiliki langkah bersama yang konkrit dan terukur. Misalkan menempatkan kapal kapal patroli, kapal nelayan, kapal militer dan melakukan pembangunan di wilayah yang diklaim di Laut China Selatan, sebagaimana yang dilakukan Tiongkok. Anda tidak bisa mengklaim suatu wilayah, jika Anda tidak berada di wilayah tersebut. Klaim tidak bisa hanya dilakukan lewat mulut.

Sumber : JKGR
Share this article :

Historia


Teknologi


Latihan


Arsip



banner ads banner ads

Translate


English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts


Pendidikan Pasukan Katak TNI-AL. "KOPASKA - Disegani, Dikagumi, Dihormati - Pasukan Elit Indonesia"[By CNN Indonesia]

Flag Counter
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Arsip Ardava - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger