Ketika melakukan serangan ke Suriah, Raptor yang tidak membawa tanki eksternal karena untuk mempertahankan sifat silumannya, mengisi bahan bakar setidaknya dua atau tiga kali dalam perjalanan ke Suriah dan kembali ke UEA dengan misi terbang 6 – 7 jam.
Raptor menyimpan senjata di teluk internal yang mampu mengakomodasi 2x AIM-9 rudal Sidewinder, beberapa rudal udara ke udara AIM-120C AMRAAM, serta 2x GBU-32 JDAM atau 8x bom kecil GBU-39. Kekuatan ini bisa menjadi andalan Raptor untuk mendapatkan dominasi udara. Apalagi dua mesin Pratt & Whitney F-119-PW-100 memberi kemampuan mencapai kecepatan melewati kecepatan suara tanpa afterburner (disebut supercruise) dan TV (Thrust Vectoring), yang sangat berguna, dalam kondisi tertentu, untuk menempatkan Raptor dalam posisi yang tepat untuk mencetak tembakan.
Semua kemampuan ini telah membuat F-22 hampir tak terkalahkan (Setidaknya di atas kertas). Memang, sebuah pesawat Raptor dalam pelatihan salah satu serangan mendadak, mampu membunuh delapan F-15 dalam sebuah pertempuran udara bahkan sebelum F-15 bisa melihat F-22.
Hasil ini diraih berkat program pelatihan khusus yang menempatkan pilot F-22 melawan jet terbaik. Ketika latihan Raptor memiliki rasio membunuh yang luar biasa saat melawan pesawat generasi keempat baik F-16 maupun F-15 yang berperan sebagai musuh. Selama latihan Noble Edge di Alaska pada bulan Juni 2006, beberapa F-22 mampu mengalahkan 108 lawan dengan tanpa satupun yang masuk target lawan, Sedangkan pada latihan sama 2007 mereka melakukan 114 kemenangan tanpa pernah kalah sekalipun.
Tetapi F-22 pernah terancam ketika melakukan simulasi dogfight dengan Rafale dan Eurofighter Typhoon. Pada saat Red Flag 2012 Alaska, Eurofighters Jerman dikabarkan mampu membunuh Raptor. Meski hal itu masih tetap diperdebatkan kebenarannya karena ada laporan yang berbeda tentang simulasi pertempuran tersebut.
Kenapa Typhoon bisa mengimbangi Raptor? Meski bukan pesawat siluman pesawat ini dilengkapi dengan Helmet Mounted Display (HMD) dan IRST (Infra-Red Search and Track), dua fitur yang tidak ada pada Raptor. HMD pada Typhoon disebut Helmet Mounted Symbology System (HMSS). Sama seperti JHMCS Amerika (Joint Helmet Mounted Cueing System) yang terintegrasi pada F-15C / D, F-16 Block 40 dan 50 dan F-18C / D / E / F, HMSS menyediakan informasi penting terhadap target. Alat ini memungkinkan pilot bisa melihat ke segala arah dengan semua data yang dibutuhkan.
F-22 Raptor tidak dilengkapi dengan sistem serupa (proyek untuk melaksanakan itu dihentikan pada 2013 karena masalah anggaran). Alasannya pesawat siluman akan sulit untuk didekati lawan dalam jarak tembak dan posisi moncong senjata menghadap Raptor untuk meluncurkan AIM-9X.
Dengan teknologi Joint Helmet Mounted Cueing System F-15 juga bisa jadi masalah bagi Raptor. Tentu, tapi resiko tetap ada ketika lawan berada pada jarak hingga 50 km. Pesawat yang dilengkapi dengan IRST dapat mendeteksi lawan. Bahkan yang siluman sekalipun. Dan inilah yang masih menjadi titik lemah Raptor karena bisa dicium generasi keempat yang mengusung dua teknologi tersebut.
Kesimpulannya F-22 memang tetap menjadi pesawat paling mematikan saat ini. Namun, tidak memiliki beberapa fitur bagus yang dapat berguna untuk menghadapi gerombolan pesawat musuh, terutama jika yang masuk dalam kelompok musuh adalah F-15, Typhoon, Rafale atau nanti jika sudah hadir, J-20 China dan PAK-FA Rusia.
Sumber : JKGR, The Aviationist