Pasalnya menurut Badan Intelijen Negara (BIN), sejauh ini tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa acara pelantikan itu akan mendapatkan gangguan yang berarti.
"Untuk tanggal 20 Oktober, pada saat pelantikan presiden hingga saat ini tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa pelantikan itu akan mendapatkan gangguan yang berarti," kata Kepala BIN Marciano Norman di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/10/2014).
Namun ujar dia, jika terdapat unjuk rasa yang tergolong skala kecil, bisa saja terjadi. Dia mengimbau kepada media massa untuk membantu menciptakan situasi yang aman dan kondusif.
"Tetapi rencana atau program pelantikan itu insya Allah akan berjalan sesuai rencana dan tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan," ungkapnya.
"Ada pengetatan keamanan. Itu pasti. 24 jam kita akan mengamankan wilayah barat, khususnya di wilayah perbatasan, dari laut," kata Panglima Koarmabar TNI AL Laksmana Muda (Laksda) TNI Widodo usai bertemu dengan Jokowi di Balai Kota DKI, Jakarta, Selasa (14/10/2014).
Hal ini untuk mengantisipasi berbagai gangguan dari laut yang dapat menghambat acara pelantikan presiden dan wakil presiden yang akan dilakukan enam hari lagi.
"Kita juga melakukan pengamanan di wilayah DKI Jakarta. Peningkatan pengamanan tentu ada untuk mengatasi gangguan. Tentu di wilayah perbatasan juga dilakukan peningkatan keamanan. Sepanjang tahun kita lakukan," ujarnya. Saat ditanya dalam bentuk apa peningkatan keamanan dilakukan Koarmabar, Widodo enggan menjelaskannya secara detail. Dia hanya mengungkapkan peningkatan keamanan dilakukan dengan meningkatkan intensitas patroli di area laut Indonesia.
Dalam pertemuan ini, Kapolri akan memberikan pengarahan kepada para Kapolda seputar langkah pengamanan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, Senin 20 Oktober 2014 mendatang.
"Tadi dari acara di Sentul. Ini di sini nanti akan diberikan pengarahan oleh Bapak Kapolri," kata Kapolda Kalimantan Barat Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto, di Jakarta, Rabu (15/10/2014).
Ditemui terpisah, Kepala Bagian Pemeliharaan dan Keamanan (Kabaharkam), Komisaris Jenderal Polisi Putut Eko Bayuseno mengatakan, dalam pengamanan pelantikan Presiden, Polri siap menerjunkan 24.800 personel.
Menurut Eko, personel tersebut merupakan gabungan dari beberapa Polda, di antaranya, Polda Metro Jaya, Polda Aceh, Polda Bali, Polda Kalteng, Polda Kalsel, Polda Banten, Polda Jateng, Polda Jatim, Polda Sulut, Polda Sulteng.
"Mulai tanggal 17 Oktober personel dari daerah akan tiba di Jakarta," kata Eko.
Dalam kesempatan itu, Eko juga memastikan personel Polri yang diterjunkan dalam mengamankan jalannya pelantikan presiden, tidak akan dibekali dengan senjata berpeluru tajam.
Terkait potensi gangguan keamanan, Eko memaparkan hingga saat ini pihak Babinkamtibmas dan intelijen telah melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terburuk.
"Semua mendeteksi tapi belum ada laporan. Semoga nihil ya," kata Eko.
Kapolda Metro Jaya Irjen Unggung Cahyono mengatakan, seluruh personel berasal dari satuan tugas operasional khusus. "Termasuk 2.100 anggota brimob dari 12 polda," katanya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (15/10/2014).
Seluruh personel Brimob berasal dari Polda Metro Jaya, Polda Aceh, Polda Sumatera Selatan, Polda Banten, Polda Jawa Barat, Polda Jawa Tengah, Polda Jawa Timur, Polda Bali, Polda Kalimantan Selatan, Polda Kalimantan Tengah, Polda Sulawesi Utara, dan Polda Sulawesi Tenggara.
Unggung menjelaskan, personel perbantuan ini mulai ditempatkan di sejumlah titik pada Rabu (15/10) dan Kamis (16/10). "Kemudian ada juga dari Paspampres, keamanan dari DKI Jakarta, dan 4.400 personel Kodam Jaya," ucapnya.
Proses pelantikan menggunakan sistem pengamanan berlapis (ring). Ring pertama ditempati pasukan pengamanan presiden (Paspampres) yang berada di dalam ruang sidang.
Ring dua di halamanan Gedung DPR, ring tiga di pos pengamanan di depan Gedung DPR, dan ring empat di luar wilayah dalam radius beberapa kilometer atau titik yang sudah dipetakan.
Ditambahkannya, personel Pasukan Huru Hara (PHH) dan Pengendalian Massa (Dalmas) yang bertugas pada hari H juga tidak diperkenankan membekali diri dengan senjata api.
"Kecuali manakala terjadi anarkistis, begitu pembunuhan, penembakan, itu ada Prosedur Tetap Nomor 1 Tahun 2010 tentang penanggulangan anarkistis," tandasnya.
Sumber : Sindo