ILMU geomatika atau lebih dikenal dengan sebutan teknik geodesi merupakan rumpun keilmuan yang mempelajari penggambaran permukaan bumi, dengan pemetaan menjadi fokus utamanya. Pemetaan darat dan pemetaan laut tersebut sangat berpengaruh pada kondisi perbatasan NKRI.
Sebagai Negara Maritim, Indonesia tentu memiliki batas wilayah perairan dengan negara tetangga. Menurut Badan Informasi Geospasial, untuk mempersiapkan materi perundingan dalam penetapan batas maritim pada 2007 dilakukan kajian batas laut dengan Singapura sebanyak 2 kali, Malaysia 4 kali, dan Filipina 3 kali.
Berdasarkan amandemen UUD 1945 Bab IXA tentang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan undang-undang. Maka dari itu, penetapan batas wilayah NKRI harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) yang kemudian diratifikasi dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang batas maritim Indonesia.
Selanjutnya, perlu diketahui bahwas batas laut Indonesia bersinggungan dengan sepuluh negara, yakni Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Australia, Timor Leste, Papua Nugini, Thailand, India, dan Palau. Singgungan ini sangat berkaitan dengan kedaulatan, keamanan, ekonomi, dan sumberdaya alam Indonesia. Kompleksitas permasalahan di laut semakin memanas karena banyak memunculkan berbagai isu, dari kedaulatan sampai perekonomian. Oleh karena itu, pemetaan batas laut wilayah Indonesia sangatlah penting.
Kondisi Beberapa Daerah PerbatasanPerundingan batas laut dengan Singapura, sejak 1973 baru dimulai kembali pada 2005. Pada 2007 dilakukan pertemuan di Singapura dan Bandung.
Kesepakatan yang dicapai adalah bahwa area yang akan didelimitasi kedua negara, yaitu titik nomor 1 perjanjian laut wilayah tahun 1973 sampai dengan garis 1030 34’ Bujur Timur (hanya sektor barat). Berdasarkan perjanjian 1973 tentang penetapan 6 titik pangkal tersebut sudah definit atau tidak terpengaruh dengan perluasan wilayah Singapura karena reklamasi.
Sementara ini, bagian yang masih dipermasalahkan adalah di bagian barat sepanjang 14 mil. Sedangkan di sebelah timur meliputi garis batas sepanjang 28 mil. Pembicaraan penetapan batas wilayah antara Singapura dan Indonesia telah dimulai lagi tahun 2006. Namun, bila perundingan dengan Singapura tentang batas wilayah tetap buntu, langkah yang mungkin ditempuh Indonesia adalah mengajukannya ke International Tribunal for the Law of the Sea di Hamburg, Jerman.
Sementara itu dengan Malaysia telah dilakukan perundingan batas maritim pada tingkat teknis di Malaysia dan Jakarta. Pada beberapa kali pertemuan masih mendiskusikan isu-isu yang telah dibahas pada tahun-tahun sebelumnya, terkait delimitasi batas maritim Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi (batas teritorial, Continguous Zone, Landas kontinen, dan ZEE), dan batas Indonesia-Malaysia yang masih belum selesai, yaitu Selat Malaka, Selat Singapura, dan Laut Tiongkok Selatan.
Terakhit, dalam pertemuan bilateral Indonesia-Filipina, dikaji batas laut kedua negara dan telah disepakati delimitasi batas di Laut Sulawesi untuk mencapai sebuah common provisional line yang merupakan ZEE line. Hal ini mempercepat langkah perundingan.
Penentuan batas wilayah laut menjadi urgen karena beberapa alasan. Pertama, mengancam kedaulatan NKRI akibat kepemilikan status yang terjadi pada pulau terluar Indonesia, seperti berpindahnya status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia.
Kedua, mencegah jatuhnya sumberdaya alam Indonesia ke tangan bangsa asing. Ketiga, mencegah terjadinya pelanggaran internasional oleh pihak asing yang merugikan bangsa Indonesia.
Rekomendasi PenyelesaianPertama, melaksanakan kajian tentang batas Zona Ekonomi Eksklusif, Batas Laut Teritorial, dan batas teritorial. Meski ketentuan internasional UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982 tentang ZEE telah diratifikasi dan mulai berlaku 1994, 70 persen ZEE Indonesia belum disepakati negara tetangga.
Selanjutnya, dua batas yurisdiksi maritim yang belum terselesaikan, yaitu batas laut teritorial dan batas landas kontinen. Meski batas landas kontinen telah ditetapkan berdasarkan Konvensi PBB tahun 1958, tetapi proses tersebut belum terselesaikan hingga kini.
Untuk landas kontinen, sekitar 30 persen belum disepakati, yakni pada hal yang berbatasan dengan Filipina, Palau, dan Timor Leste. Pemetaan landas kontinen Indonesia (LKI) menjadi dasar bagi klaim Indonesia atas landas kontinen di sekelilingnya.
Seperti disebutkan dalam Article 76 UNCLOS tahun 1982 bahwa Negara Kepulauan mempunyai hak melakukan klaim landas kontinen melampaui 200 mil laut maksimum sampai dengan 350 mil laut. Klaim disampaikan ke UN-Commision on the Limits of Continental Shelf (CLCS) disertai bukti-bukti.
Lalu jangan lupakan zona tambahan, karena berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 33 ayat 1 dan 2, zona tambahan (contiguous zone) merupakan jalur laut di sebelah luar batas terluar laut teritorial atau laut wilayah, yang lebarnya tidak boleh melebihi 24 mil laut dari garis pangkal, dan wilayah zona tambahan merupakan bagian laut di mana negara memiliki yurisdiksi terbatas.
Kedua, Melaksanakan pengawalan terhadap sumberdaya alam yang ada pada lautan Indonesia. Pengawalan terhadap pulau-pulau terluar yang ada pada wilayah Indonesia, dan melaksanakan pemetaan ALKI di mana sangat berpengaruh terhadap alur kelautan Indonesia.
Maka dari itu diperlukan kerja sama antara seluruh elemen yang ada di kementerian serta badan dan lembaga keamanan negara, sehingga bangsa Indonesia tidak kehilangan kedaulatannya atas apa yang telah diberikan Tuhan.
Ketiga, Selain berperan mengawal terlaksananya penegakan kedaulatan NKRI dan melaksanakan pengkajian masalah, Indonesia diharapkan berperan dalam pembuatan dan riset teknologi kelautan, mengkolaborasikan berbagai macam rumpun keilmuan. Contohnya, pembuatan kapal survei pemetaan batas wilayah dan survei eksplorasi sumberdaya alam.(Sumber : Jurnal Maritim)