WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) memiliki bom sangat kuat yang sudah disiapkan untuk kemungkinan aksi militer ke Iran. Saat ini bom tersebut sedang ditingkatkan kekuatannya.
Ancaman itu diungkapkan Kepala Staf Angkatan Udara (AU) AS Jenderal Norton Schwartz kemarin. Dia menolak mengatakan apakah senjata AS tersebut termasuk bom penembus raksasa (MOP) 30.000 pound, yang dapat mencapai fasilitas nuklir yang tersembunyi atau berada jauh di dalam tanah. “Kami memiliki kemampuan operasional dan Anda tidak ingin berada di sana saat kami menggunakannya.Tidak untuk dikatakan bahwa kami tidak dapat melanjutkan untuk membuat perbaikan dan kami melakukannya,” papar Schwartz saat ditanya wartawan tentang bom MOP.
Di tengah spekulasi bahwa satu fasilitas nuklir Iran berada di bawah pegunungan dekat Qom yang jauh dari jangkauan persenjataan AS, Menteri Pertahanan (Menhan) AS Leon Panetta menyadari kekurangan bom raksasa MOP dan mengatakan Pentagon bekerja untuk meningkatkan kekuatan bom itu. Saat ditanya tentang komentar terbaru dari sejumlah pejabat senior bahwa targettarget di Iran kebal dari kekuatan udara AS, Schwartz menjawab,“ Itu muncul tanpa mengatakan bahwa serangan itu tentang fisik. Semakin dalam Anda pergi, semakin sulit dicapai.”$20
Tapi Schwartz menambahkan bahwa persenjataan AS tidak memiliki kemampuan yang ngawur. Mantan Wakil Kepala Staf Gabungan AS Purnawirawan Jenderal James Cartwright menjelaskan bahwa satu fasilitas nuklir Iran tidak dapat dicapai dengan serangan bom.Cartwright tampaknya merujuk pada fasilitas nuklir Fordo yang dibangun di bawah pegunungan dekat kota Qom,150 kilometer selatan Teheran.
Schwartz juga menolak mengatakan apakah kekuatan udara akan efektif melawan program nuklir Iran. Namun, dia mengatakan, hasil semua serangan pencegahan bergantung pada tujuan serangan itu. “Apa tujuannya? Ini untuk menghancurkan,ini untuk menunda, ini untuk mempersulit? Maksud saya, apa tujuan keamanan nasional. Itu argumen terdekat untuk semua ini,” katanya.
“Ada kecenderungan yang saya pikirkan untuk kita semua agar bertindak taktis secepatnya dan khawatir tentang persenjataan dan segalanya terkait itu.” Pernyataan Schwartz itu bersamaan dengan kunjungan Menhan Israel Ehud Barak ke Washington pekan ini, di tengah spekulasi terbaru serangan Israel ke fasilitas nuklir Iran.
Iran menegaskan berulang kali bahwa program nuklirnya untuk tujuan damai.Namun, para diplomat Barat mengatakan, pengawas dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tetap khawatir dengan aktivitas yang dilakukan di fasilitas militer Parchin, Iran.Tidak jelas apa aktivitas tersebut. Diplomat mengatakan, IAEA mengawasi fasilitas itu melalui citra satelit.
Sementara itu,Hezbollah di Lebanon memperingatkan, serangan militer ke Iran akan mengacaukan Timur Tengah dan kemungkinan menyeret AS ke dalam konflik.“AS tahu bahwa jika terjadi perang di Iran, ini berarti seluruh kawasan akan turut menyala, dengan tanpa batas bagi api itu,”kata deputi Hezbollah Sheikh Naim Qassem pada Reuters.
Sejumlah sanksi Barat yang diterapkan terhadap Iran memengaruhi ekspor minyak Negeri Mullah tersebut.Badan penasihat AS memperingatkan, kekurangan suplai minyak akan meningkatkan harga minyak mentah dan melemahkan ekonomi global saat ini. Dengan harga minyak mentah yang tinggi dalam 10 bulan terakhir dan keterbatasan kapasitas produksi minyak dunia, AS mungkin memberikan kelonggaran pada sejumlah konsumen terbesar minyak Iran sehingga tidak mendapatkan sanksi.
Sanksi AS terhadap Iran akan berlaku 28 Juni. Iran merupakan eksportir minyak terbesar kelima dunia dan produser terbesar kedua di OPEC setelah Arab Saudi.Konsumen terbesar minyak Iran ialah China,Jepang,dan India. Ketiga negara itu dapat terjerat sanksi AS untuk menekan Iran, tapi muncul pula kekhawatiran resesi ekonomi global yang dapat terjadi.
Kenaikan harga minyak menjadi isu penting menjelang pemilu presiden AS pada November mendatang.Partai Republik berupaya menggalang kemarahan publik untuk mengkritik kebijakan energi Presiden AS Barack Obama dan Partai Demokrat.
Sebaliknya, kondisi ini menguntungkan Arab Saudi yang telah meningkatkan produksi minyak dalam dua bulan terakhir. Saudi memproduksi rata-rata 9,7 juta barel per hari selama dua bulan terakhir. Jumlah tersebut naik 600.000 barel per hari pada periode yang sama tahun lalu.(Sumber : Sindo)