Perang dan konflik yang terjadi di banyak tempat ujungnya adalah peningkatan penjualan senjata. Dan Amerika adalah negara yang paling mendapat limpahan rezeki dari upaya saling bunuh di banyak tempat tersebut.
Bahkan menjelang enam bulan pertama 2016, penjualan militer asing atau Foreign Military Sales (FMS) oleh Amerika Serikat berada di jalur untuk bisa melampaui tingkat penjualan selama satu tahun penuh pada 2015.
“Hingga akhir April, Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan telah mengumumkan sekitar US$29 miliar pada kasus FMS, dan ada beberapa lagi pesanan pesawat tempur yang bisa disepakati soal jumlah yang naik secara signifikan jika disetujui oleh Gedung Putih,” kata Roman Schweizer dalalm laporan kelompok Guggenheim Securities.
Wilayah Timur Tengah adalah penerima terbesar dari penjualan senjata dengan nilai US$ 17,6 miliar sejauh ini. Lockheed Martin, dengan US$16,2 miliar menjadi kontraktor yang menguasai Timur Tengah.
Diperkirakan penjualan hingga tengah tahun ini akan melampuai penjualan 2015 yang total mencapai US$43 miliar. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa dua penawaran utama akan disetujui sebelum akhir pemerintahan Obama.
Yang pertama adalah finalisasi rencana pendanaan militer 10 tahun untuk Israel, yang diperkirakan akan berkisar antar US$40 miliar hingga US$50 miliar. Jika angka akhir berakhir di jumlah lebih tinggi maka, Israel bisa berusaha untuk menambahkan dua skuadron F-15I.
“Finalisasi paket FMF bisa berarti lonjakan pengeluaran baru pada sistem AS, termasuk membeli tambahan Lockheed Martin F-35, mungkin satu skuadron Boeing F-15I, dan membeli Boeing MV-22,” catat Schweizer sebagaimana dikutip Defense News, Jumat 6 Mei 2016.
Faktor kedua adalah penjualan pesawat tempur ke Teluk yang lama tertunda yakni 73 F-15 ke Qatar dan 40 F / A-18 ke Kuwait. Ada keyakinan setelah kesepakatan Israel selesai, maka penjualan akan diizinkan untuk bergerak maju.
Namun, Schweizer menyoroti hubungan buruk antara Obama dan Netanyahu sebagai hambatan potensial dan bisa jadi masalah ini akan diselesaikan oleh pemerintah selanjutnya.
Analisis Guggenheim juga menyoroti tiga tren yang dapat menyebabkan dorongan dalam penawaran FMS dalam waktu dekat. Yang pertama adalah kebutuhan untuk rudal presisi dipandu pada skala global, terutama di kawasan Teluk, di mana operasi sedang berlangsung di Yaman, Suriah dan Irak telah menguras gudang senjata dari negara-negara mitra. Masalah ini telah menarik perhatian dari kepemimpinan di dalam Pentagon, yang telah meningkatkan kebutuhan untuk pengiriman presisi dipandu lebih cepat.
Yang kedua adalah ancaman Rusia di Eropa, yang disebut Schweizer sebagai faktor yang sudah memiliki dampak pada penawaran FMS. “Lithuania adalah kasus awal dalam hal ini, dengan menyiapkan US$600 juta untuk membeli kendaraan lapis baja Stryker dan US$ 55 juta untuk rudal anti-tank Javelin.
Negara-negara Eropa lain yang membeli adalah Prancis (4 C-130J, rudal Hellfire), Inggris (rudal Hellfire), Italia (senjata tambahan MQ-9 Reaper), dan Finlandia (amunisi Lockheed Martin GMLRS).
Akhirnya, ada yang agresivitas China terhadap tetangganya di Pasifik juga telah mendorong penjualan senjata. Schweizer menyoroti bahwa situasi ini akan mendorong sistem canggih Amerika akan dibeli oleh Jepang dan Korea Selatan serta negara lain seperti Vietnam.
Sumber : Jejak Tapak