Kementerian Pertahanan Indonesia telah lama dalam jalur mencari jet tempur baru guna mengganti armad F-5 Tiger yang sudah tidak layak lagi berada di layanan. Sudut tajam mengarah ke Su-35 Rusia untuk dibeli. Tetapi baru-baru ini Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacuddu juga mengatakan kemungkinan juga akan membeli F-16V. Lockheed Martin memang dikenal gencar menawarkan pesawat ini mengingat mereka juga punya kepentingan untuk menyelematkan garis produksi Falcon yang sudah hampir ada di ujung kematian. Setelah pesanan dari Irak, Lockheed Martin belum mendapat pesanan baru dari pesawat legendaris ini.
Produsen lain juga mencoba adu keberuntungan di Indonesia, Rafale, Typhoon dan Gripen telah beberapa kali mengatakan berminat untuk mengisi kebutuhan jet tempur Indonesia.
Pembelian Su-35 juga tidak semudah dan secepat yang dibayangkan. Dari semula ingin membeli satu skuadron yang terdiri dari 16 pesawat, akhirnya terakhir hanya 10 pesawat yang akan dibeli. Alasannya agar nantinya ada pesawat baru yang lebih canggih maka Indonesia bisa membeli lagi.
Pada Februari 2016, Ryamizard Ryacudu mengatakan dirinya pada Maret akan bertandang ke Rusia untuk menjadi pembicara di Satuan Pertahanan Rusia sekaligus dalam rangka membeli pesawat Sukhoi yang memang sudah menjadi rencana strategis 2016. “Ya saya kesana. Saya yang tanda tangan. Kita beli 10 saja,” katanya sebagaimana dikutip republika.co.di Selasa 9 Februari 2016.
Kenapa hanya membeli 10? “Enggak usah banyak-banyak, nanti keburu ketinggalan zaman. Kalau sudah ada yang baru lagi kan kita jadi bisa update,” ujar Ryamizard. Sepulang dari Ryamizard dari Rusia, tidak ada kabar pasti tentang pembelian jet tempur ini. Namun Menhan kembali memberi harapan dengan menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo akan menyaksikan kesepakatan pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 di Rusia. Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan menghadiri pertemuan KTT Rusia-ASEAN pada pertengahan bulan ini di Sochi, Rusia. Sehingga kemungkinan deal soal Su-35 akan dilakukan pada saat itu. Tetapi pada Selasa 10 Mei 2016, Ryamizard justru menyatakan bahwa sebenarnya pembelian 10 jet tempur generasi 4++ ini belum mencapai titik temu. Antara Indonesia dan Rusia masih tawar menawar soal harga. “Saat ini baru proses tawar-menawar. Segera mungkin [diputuskan] ya,” kata Ryamizard sebagaimana dikutip Antara sebelum mengikuti sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara Jakarta, Selasa 10 Mei 2016 sebagaimana dilaporkan Antara. Dia mengatakan keputusan untuk memilih pesawat tempur buatan Rusia ini sudah mencapai 90 persen. “Kalau 100 persen belum lah, tapi sudah 90 persen,” ungkapnya. Apakah kemudian kesepakatan itu bisa dicapai sampai pertengahan Mei ini ketika Jokowi pergi ke Rusia? semua juga masih menjadi tanda tanya. Dalam pembelian senjata sebelum senjata itu benar-benar datang memang belum bisa dikatakan pasti. Tetapi hal yang mungkin untuk dikaji adalah bahwa pengadaan jet tempur sebaiknya dilakukan secara tender terbuka. Seperti kebanyakan negara, ketika Angkatan Udara membutuhkan pesawat tempur maka mereka melalui Kementerian Pertahanan akan mengeluarkan sejumlah syarat pesawat yang dibutuhkan, seperti jangkauan pesawat, kemampuan manuver, kecepatan, sensor, avionik dan sebagainya. Selanjutnya mereka mengirimkan sejumlah proposal permintaan penjelasan tentang produk pesawat pada produsen pesawat. Setelah itu pemerintah akan melakukan tender terbuka untuk proposal pesawat yang memenuhi persyaratan. Sejumlah produsen pun akan berlomba-lomba untuk menampilkan produk yang terbaik tetapi dengan persaingan harga yang ketat. Tender terbuka seperti ini memungkinkan pesawat yang dipilih benar-benar platform yang sesuai dengan kebutuhan serta dengan harga yang paling terjangkau. Sejauh ini pemilihan pesawat militer terkesan sepenuhnya kewenangan pemerintah. Meski kita juga memahami pertimbangan kemampuan dan harga tetap menjadi hal yang diperhatikan. Kita juga tidak tahu secara pasti apakah memang ada tender dalam pengadaan pesawat ini. Selama ini yang masyarakat tahu, masing-masing produsen melakukan pendekatan sendiri-sendiri untuk menawarkan produknya. Dengan tender terbuka, tentunya akan lebih memberi kesempatan bagi banyak pihak yang bertarung memberikan produk yang terbaik. Selain itu akan meningkatkan daya tawar Indonesia dalam membeli produk seperti persyaratan tentang transfer teknologi. Jadi kenapa tidak tender terbuka saja? (az@jejaktapak.com) Sumber : jejaktapak