Militer Iran telah berhasil menguji coba dua rudal jarak jauh buatan dalam negeri, yaitu rudal permukaan ke permukaan dan rudal udara ke permukaan, dikatakan oleh Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Hossein Dehqan, Senin lalu, dilansir oleh Reuters. Uji coba penembakan ini terjadi menjelang dialog baru antara negara kelompok P5+1 dan Iran untuk kesepakatan membatasi progam nuklir Iran. Dialog ini dijadwalkan akan berlangsung di Wina mulai tanggal 18 Februari.
Menurut Brigadir Jenderal Hossein Dehqan, salah satu rudal yang diuji adalah rudal balistik jarak jauh dengan kemampuan menghindari radar. "Generasi baru dari rudal balistik jarak jauh permukaan ke permukaan dengan hulu ledak fragmentasi dan rudal udara ke permukaan dipandu laser yang dijuluki Bina telah berhasil diuji tembak," katanya. Menurut Dehqan, rudal Bina mampu menyerang target vital seperti jembatan, tank, dan pusat komando musuh dengan tepat.
Iran sebelumnya sudah memiliki rudal permukaan-ke-permukaan jarak jauh Shahab 3 yang diklaim Iran memiliki jangkauan hingga 2.000 km. Mampu menjangkau Israel dan pangkalan militer AS di Timur Tengah, namun para analis menyangsikannya. Mereka menilai pernyataan-pernyataan komandan militer dan pejabat Iran sering melebih-lebihkan kemampuan militernya, meskipun mereka juga mengakui bahwa Iran memang menguasai teknologi yang cukup baik dalam pengembangan rudal atau alutsista lainnya.
Menurut Reuters, keputusan untuk melakukan uji coba rudal itu mungkin menjadi sinyal pertarungan politik Iran. Sehari sebelum uji coba, Presiden Iran Hassan Rouhani menghadapi kecaman dari anggota parlemen garis keras dan konservatif Iran agar mengurangi aktivitas-aktivitas militer yang dinilai provokatif. Diduga awalnya Rouhani akan membatalkan uji coba itu namun akhirnya tetap melaksanakannya meskipun ada tekanan dari anggota parlemen.
Menanggapi uji coba tersebut, juru bicara Departemen Pertahanan AS Laksamana John Kirby mengatakan bahwa program rudal Iran terus menimbulkan ancaman berbahaya di kawasan, dan permasalahan itu dipantau secara ketat oleh AS. Juru bicara Pentagon juga menyoroti soal kewajiban-kewajiban Iran di bawah Resolusi 1929 Dewan Keamanan PBB (tahun 2010). Dalam resolusi disebutkan Iran dilarang mengembangkan rudal yang dapat digunakan untuk mengirimkan hulu ledak/senjata nuklir.
Uji coba rudal terjadi hanya sehari setelah seorang perwira senior Angkatan Laut Iran, Laksamana Afshin Rezaye Haddad, mengatakan bahwa Iran akan mengirimkan kapal perang ke arah perbatasan maritim AS. "Armada militer Iran mendekati perbatasan maritim Amerika Serikat, dan langkah ini memiliki pesan khusus," menurut Haddad. Para pejabat AS mengatakan, pengumuman itu tidak memberikan ancaman yang berarti dan pada dasarnya hanya ancaman kosong.
Para analis menilai insiden-insiden semacam ini terjadi akibat kurangnya konsensus dalam negeri dalam Republik Islam Iran tentang bagiamana seharusnya Iran bersikap. Sementara Iran terus melakukan hal-hal yang dinilai memiliki risiko tinggi untuk berhadapan dengan kekuatan-kekuatan dunia, sekaligus terus memberikan 'warning' kepada Amerika Serikat dan negara lain di kawasan agar terus waspada dengan Iran.
Sejauh ini, negosiator nuklir P5+1 yang terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris dan Prancis plus Jerman, belum memberikan komentar terkait uji coba rudal Iran ini.
Pada November lalu, Iran dan negara P5+1 merampungkan kesepakatan interim di mana Teheran setuju untuk membatasi program nuklirnya. Sebagai 'imbalannya', beberapa sanksi internasional terhadap Iran dicabut.
Iran menampik kekhawatiran Barat bahwa program nuklirnya ditujukan untuk penggunaan militer. Iran mengatakan bahwa mereka menggunakan nuklir hanya untuk pembangkit listrik dan penelitian medis. Namun Badan Pengawas Nuklir PBB, IAEA, Senin lalu mengisyaratkan tekadnya untuk menemukan bukti bahwa Iran memang telah mengembangkan nuklir untuk dijadikan senjata.(Sumber : Artileri)