Jakarta - Kepala Staf TNI AL (Kasal), Laksamana TNI Soeparno, beserta puluhan perwira tinggi bersilaturahim dengan para sesepuh TNI AL dan pelaku sejarah pertempuran Laut Aru di Monumen KRI Harimau 607. Ya..., para pejabat aktif dan purnawirawan perwira TNI AL tersebut saling bertukar pengalaman di Kompleks Monumen KRI Harimau, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Jumat (16/3).
"Pertemuan dengan sesepuh dan pelaku sejarah akan lebih memahami tentang pentingnya membangun TNI AL. Kami harapkan pertemuan ini bisa dilakukan secara rutin," kata Kasal.
Menurut dia, tidak semua kapal yang sudah tua akan dimuseumkan, seperti KRI Harimau 607 dan KRI Pasopati yang memiliki andil besar dalam perebutan Irian Barat dan Timor Timur dari tangan penjajah. "Kita akan lihat lagi sejarah perjuangannya seperti apa sehingga bisa kita buat museumnya. Kapal yang akan dimuseumkan akan diseleksi," katanya.
KRI Harimau 607 merupakan kapal perang jenis motor torpedo boat tipe Jaguar yang pernah dimiliki oleh Angkatan Laut Republik Indonesia. Harimau 607 merupakan kapal cepat kebanggaan TNI AL saat itu. Kapal tersebut memiliki sejarah dalam pertempuran di Laut Aru untuk merebut Irian Barat dari tangan penjajah Belanda.
Pertempuran Laut Aru merupakan peristiwa sejarah heroik dan sarat dengan nilai-nilai kejuangan. Sejarah mencatat tanggal 15 Januari 1962 terjadi pertempuran sengit antara pihak KRI Matjan Tutul 602, KRI Matjan Kumbang 606, dan KRI Harimau 607 di Laut Aru serta pihak kapal perang Angkatan Laut Belanda.
Pertempuran Laut Aru telah merenggut jiwa putraputra terbaik TNI AL. Mereka menjadi pahlawan-pahlawan samudra, salah satunya Komodor Yos Sudarso. "Apa yang dilaksanakan saat ini merupakan salah satu bentuk serta upaya untuk tetap mengenang, menjaga, serta melestarikan bukti-bukti sejarah TNI AL," ujarnya.
KRI Harimau 607 merupakan kapal buatan Jerman Barat tahun 1957 yang bergabung dengan jajaran TNI AL pada 1960. Dalam perjalanan tugasnya, KRI Harimau 607 ikut serta di berbagai penugasan, di antaranya ikut dalam pertempuran di Laut Aru pada operasi pembebasan Irian Barat tahun 1962 serta Operasi Buaya Timbul di Perairan Belawan dan Tanjung Pinang tahun 1967 dan 1969.
Kapal itu memiliki ukuran panjang 42,6 meter dan lebar 7,1 meter dengan kecepatan 42 knot dan berbobot 183,4 ton. Pada sistem persenjataannya, kapal itu dilengkapi dengan dua meriam anti serangan udara kaliber 40 mm, dua senapan mesin 12,7 mm, dan empat tabung torpedo kaliber 533 mm. KRI yang sejenis ini adalah KRI Matjan Tutul, KRI Srigala, KRI Matjan Kumbang, KRI Adjak, KRI Anoa, KRI Beruang, dan KRI Singa.
Prioritas Pengadaan Kasal, saat meresmikan Monumen KRI Harimau, mengatakan selain menambah alat utama sistem senjata (alutsista) baru, strategi TNI AL ke depan adalah memelihara semua alutsista yang ada, merevitalisasi kemampuan alutsista yang sudah lama, merelokasi alih fungsi sesuai kebutuhan alutsista, dan menghapus alutsista yang sudah tua.
"Prioritas pengadaan alutsista kami adalah produk dalam negeri," tegasnya. Alutsista yang dimiliki TNI AL sudah harus segera direvitalisasi. Kekuatan alutsista TNI AL saat ini antara lain kapal perang 151 unit, pesawat terbang 54 unit, dan kendaraan tempur 339 unit.
"Alutsista kami umumnya sudah berusia di atas 30 tahun dan fungsinya sudah jauh berkurang," katanya. TNI AL akan membeli empat kapal perusak kawal rudal yang dipesan dari PT PAL. Pesanan dari industri dalam negeri berikutnya adalah 16 unit kapal cepat rudal (KCR) dengan panjang 40 meter dan empat unit kapal cepat rudal Trimaran.
"KCR 40 meter diperkirakan akan selesai akhir 2014," katanya. TNI AL pun sudah memesan 15 unit kapal cepat rudal dengan panjang 60 meter, dua kapal survei, kapal latih pengganti KRI Dewa Ruci, dan 12 kapal angkut tank. "Kapal latih pengganti KRI Dewa Ruci diharapkan tiba sebelum 5 Oktober 2014," ujarnya.(Sumber : Koran Jakarta)