Senayan - Komisi I DPR mendukung semua upaya pemerintah untuk memperkuat kemampuan pertahanan, baik dari sarana prasarana dan kualitas SDM. Sebab, tantangan yang dihadapi oleh Indonesia sebagai negara kepulauan semakin beragam dan berat.
Kemampuan deteksi dini dan tangkal serta kecepatan pergerakan perangkat pertahanan harus terus ditingkatkan agar kewibawaan Indonesia semakin terlihat. "Termasuk dengan kemampuan pertahanan laut Indonesia wajib terus ditingkatkan," ujar anggota Komisi I DPR Mahfudz Abdurrahman dalam rilisnya, Kamis (1/3).
Mahfudz mengatakan, dari paparan KSAL Laksamana TNI Soeparno pada saat Rapat Kerja Komisi I, Rabu (29/2), diketahui bahwa saat ini pemerintah sedang melakukan proses pembelian tiga Kapal Frigate buatan BaE Inggris. Kapal-kapal tersebut sebelumnya merupakan pesanan dari Kerajaan Brunei Darussalam. "Namun pada saat kapal sudah selesai dibuat, yang terjadi kapal tersebut ditolak oleh Brunei Darussalam. Sehingga ketiga kapal tersebut ditawarkan ke Indonesia," tegasnya.
Mahfudz Abdurrahman berharap agar proses pembelian tiga kapal tersebut dapat terealisasi, karena akan memperkuat armada pertahanan laut karena kita ketahui saat ini armada pertahanan laut atau KRI banyak yang sudah berusia uzur/tua sehingga kemampuan tempurnya sudah sangat menurun.
"Kita akan terus mendukung upaya TNI AL melakukan berbagai upaya pengembangan dan perbaikan dalam upaya terus mempertahankan kemampuan tempur dari KRI kita, tapi untuk saat ini pembelian kapal perang baru merupakan kewajiban agar kemampuan pertahanan laut kita seimbang dengan negara-negara kawasan," ujar politisi PKS ini.
Apalagi, kata Mahfudz, potensi kerawanan di laut sangat banyak, misal adanya pembajakan, pencurian sumber daya alam, dan penyelundupan barang dan orang.
"KRI kita harus siap setiap waktu dan dan mampu untuk melakukan tugasnya dengan baik dan tugas kita bersama mewujudkan terciptanya pertahanan laut Indonesia yang andal. Tapi satu hal yang tidak boleh tertinggal adalah harus ada kesepakatan transfer teknologi, sehingga diharapkan nantinya kita dapat memproduksi kapal perang yang setara dan bahkan lebih baik dari produk luar negeri," tegas anggota DPR Dapil Jawa Barat VI ini.
TNI AL pun harus melibatkan Badan Usaha Milik Negara Strategis seperti PT PAL dan Pindad, untuk perawatan kapal. Juga harus diupayakan agar dapat dilakukan di dalam negeri, tidak perlu lagi harus ke luar negeri.
"Penyiapan dan peningkatan kemampuan pertahanan Indonesia ke depannya agar dapat menyesuaikan dengan kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau, yang memiliki garis pantai yang panjang, jalur transportasi laut yang penting secara global sehingga memiliki potensi permasalahan yang beragam," tegasnya.
Sehingga, idealnya Indonesia memiliki banyak kapal perang, baik yang memiliki kemampuan pertahanan di laut dangkal dan juga mampu di laut dalam.
"Kami di Komisi I terus mendorong pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan untuk prioritaskan peningkatan kemampuan pertahanan laut. Bukan berarti kita tidak prioritaskan pertahanan darat dan udara karena di ketiga matra tersebut Indonesia harus memiliki kemampuan pertahanan yang tangguh dan mumpuni," tutup Mahfudz Abdurrahman.
TNI AL Ingin Beli Kapal Perang yang Batal Dipesan Brunei
TNI AL meminta dukungan pada Komisi I DPR RI untuk pembelian tiga kapal perang buatan Inggris. Pembelian alutsista ini guna memperkuat armada perang TNI AL dalam menjaga keamanan dan kedaulatan NKRI di perairan.
Hal ini disampaikan Kepala Staf TNI AL Laksamana Soeparno di sela-sela raker dengan Komisi I DPR di Komplek Senayan, Rabu (29/1). Raker itu membahas hibah KRI Karang Ungaran 985 ke Kabupaten Sangihe Sulawesi Utara.
Soeparno mengatakan, TNI AL ingin membeli tiga kapal perang buatan Inggris. Jenisnya multi roll fight freegard yang dibangun oleh galangan kapal BHA pada tahun 2001. Kapal pertama telah menyelesaikan tes di laut pada Desember 2003. Kapal kedua dites pada Mei 2004. Kemudian kapal ketiga mulai melaut pada Oktober 2004.
Kapal ini mulanya dipesan Kerajaan Brunei Darussalam. Namun setelah melihat hasil tiga kali uji coba tersebut, pihak Kerajaan membatalkan pesanan.
Jika Brunei enggan, kenapa TNI AL malah bernafsu membelinya?
"Kita sinyalir,pembatalan pembelian kapal perang dari Inggris oleh Brunei bukanlah karena alasan teknis tetapi alasan politis. Yaitu ada ketersinggungan Brunei pada Inggris pada isu tertentu," jawab Soeparno.
Informasi lebih dalam lantas didapat dari otoritas militer Brunei. Ternyata, ungkap Soeparno, jumlah personil angkatan laut negeri kaya itu terbatas jumlahnya. Hanya sekitar 800 personil. Sedangkan tiga kapal perang buatan Inggris itu butuh dioperasikan oleh 330 personil. Alhasil, Brunai bakal kerepotan mengurusnya.
Akhirnya, pada tahun 2007 kapal itu dipindahkan dari Brasko Brunei ke galangan kapal di Inggris. Setahun kemudian Kementerian Pertahanan menawarkan pada TNI AL untuk membelinya.
"TNI AL pun menindaklanjuti hal itu. Kami menyatakan, penawaran tersebut merupakan hal yang sangat baik dalam rangka pemenuhan armada TNI AL," ujarnya.
Brunai sempat membayar sekitar 600 juta poundsterling per kapal. Adapun penawaran ke TNI AL, kapal itu cukup ditebus dengan 296 juta euro atau sekitar 380 juta dollar AS. Angka ini terbilang murah. Di sisi lain pihak Brunei lebih senang jika kapal ini dibeli Indonesia karena punya dok galangan kapal sendiri untuk pemeliharaan. Pihak lain yang berminat adalah Malaysia.
Menurut Soeparno, kapal perang ini canggih karena sudah dilengkapi dengan misil anti kapal selam. Dengan kelengkapan itu, dia bilang, "Sudah dapat mengantisipasi kapal selama milik tetangga."(Sumber : Jurnal Parlemen)