Dosen hukum tata negara Universitas Tangjungpura Pontianak, Turiman, yang pada 2007 melakukan penelitian yang didanai oleh UNDP, mendapatkan peta asli yang menunjukkan patok-patok perbatasan.
Peta tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak, yakni Kerajaan Malaysia dan Pemerintah Indonesia. Serta turut menandatangi dari pihak militer Indonesia, yakni Mabes ABRI dan militer Malaysia.
"Saya tidak ingat pasti tahunnya, tapi sekitar 1970-an," ujar Turiman kepada Tribun, Minggu (9/10/2011).
Menurut Turiman, peta asli tersebut tergambar dalam 14 lembar. Dalam peta tersebut tertulis jelas titik-titik patok batas antara Provinsi Kalimantan Barat dengan Sarawak Malaysia. Lengkap dengan data lokasi tiap-tiap peta. "Berdasarkan peta asli tersebut, Camar Bulan dan Tanjung Datu masuk ke dalam wilayah Kalbar," katanya.
Sedangkan peta yang ada saat ini telah berbeda, yakni Camar Bulan sudah masuk sebagai wilayah Malaysia. "Hal ini harus ditindaklanjuti oleh Pemprov Kalbar untuk mengembalikan wilayah kedaulatan NKRI. Patok batas harus diselesaikan tanpa kompromi lagi, karena itu ada jelas perjanjiannya," kata Turiman.
Ditanya keberadaan peta asli tersebut, Turiman mengungkapkan, ia menyerahkannya kepada Kapten Umar Affandi, anggota TNI yang pada 2009 sedang mengambil tesis tentang perbatasan. Peta asli tersebut diharapkan dapat diserahkan kepada negara melalui Kapten Umar sebagai anggota TNI.
Umar Affandi peneliti sejarah perbatasan yang menulis tesis dengan judul Legalitas Batas Darat Indonesia-Malaysia, yang dihubungi Tribun, Minggu malam, menolak berbicara jika dikaitkan dengan statusnya sebagai anggota TNI.
Namun, sebagai mahasiswa S2 Untan yang ketika itu melakukan penelitian, ia bersedia memberi sedikit penjelasan. "Saya mengambil penelitian S2 di Ilmu Hukum Untan, dari bulan April 2005 sampai Juni 2007. Saya tertarik dengan bagaimana sejarah perbatasan Kalbar-Malaysia dari sisi hukum," katanya.
"Dari ketertarikan itu, hasil penelitian saya, belum ada satu pun aturan Undang-Undang yang mengatur wilayah perbatasan Kalbar sampai tahun 2007. Baru ada tahun 2008 setelah keluarnya UU tentang Kewilayahan," ujar Umar.
Maka sampai 2007, lanjut Umar, berdasarkan hukum internasional perbatasan kedua wilayah masih bersifat status quo. Oleh karena itu, adanya kesepakatan menyangkut perbatasan, selama Indonesia belum memiliki UU, jelas belum dapat diakui.
Disinggung pernyataan Turiman, bahwa peta wilayah perbatasan sekitar tahun 1970-an telah diberikan kepada dirinya, Umar menuturkan ia hanya menyimpang salinannya.
"Saya hanya mengambil copy-an dari Pak Turiman, saya tidak punya petanya. Copy-an itu sekarang sudah rusak, tidak bisa dibuka," paparnya.(Sumber : Tribun)
Berita Terkait :
- Pergi ke Desa, Kami Harus Lewat Malaysia