Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menegaskan, tidak ada data militer Indonesia yang hilang di Korea Selatan.
"Yang hilang atau `dicuri` laptop staf Menteri Perindustrian," katanya, kepada ANTARA di Jakarta Senin.
Djoko menjelaskan, komputer jinjing yang hilang tersebut antara lain berisi rencana enam koridor kerja sama ekonomi RI-Korsel yang akan dikembangkan untuk mendukung percepatan pembangunan di Indonesia.
"Tawaran serupa sebelumnya telah dilakukan kepada Jepang dan India," katanya, menambahkan.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro yang ikut sebagai anggota delegasi Indonesia ke Korsel, tidak membawa data apapun terkait militer Indonesia.
"Jadi tidak benar, jika ada data militer Indonesia yang hilang dicuri," kata Djoko menegaskan.
Tentang kemungkinan kegiatan intelijen ekonomi terkait tawaran kerja sama ekonomi yang ditawarkan ke Korsel, Menkopolhukam menjawab, "Saya tidak tahu apakah file tentang kerja sama itu sudah diambil atau belum, dalam insiden itu,".
Seperti diwartakan media lokal Korsel, mengutip polisi setempat, insiden terjadi di Hotel Lotte, kawasan Sogong-dong, tidak jauh dari Balaikota Seoul, tempat kelima puluh orang anggota delegasi Indonesia menginap.
Tiga orang pelaku, dideskripsikan dua pria dan seorang wanita berwajah Asia, membobol masuk kamar VIP tempat korban menginap di lantai 19.
Menurut salah seorang penyidik dari Kantor Polisi Namdaeum, saat kejadian, Rabu (16/2) sore, para petugas pengamanan internal rombongan tidak ada yang berjaga di hotel karena mendampingi rombongan dalam kunjungan.
Kepolisian mengaku mendapat laporan dari anggota delegasi Indonesia yang menyebut ketiga pelaku diketahui menyalin data dari laptop korban dan menyimpannya di USB lalu kabur.
Polisi juga mengaku yakin pelaku memang memilih korbannya dan memang mengincar hal spesifik, seperti data rahasia kerja sama militer Indonesia-Korsel.
Rombongan yang kembali ke Tanah Air, Kamis lalu, diketahui menggelar pertemuan dengan Presiden Korsel Lee Myung-bak, membahas perluasan kerja sama ekonomi dan militer, termasuk rencana Korsel menjual pesawat jet tempur latih T-50 Golden Eagle.
Dari data Defense Acquisition Program Administration (DAPA), diketahui Indonesia berencana membeli 16 jet tempur latih. Selain Korsel, terdapat kandidat lain, yaitu Rusia dengan Yak-130 buatannya dan Ceko yang memproduksi L-159B.
Anggota DPR: Pencurian Data Pesawat Militer Memalukan
Hilangnya dokumen rahasia dan tindak pencurian data pembelian pesawat militer RI di sebuah hotel di Seoul, Korea, benar-benar merupakan masalah serius sekaligus memalukan.
"Peng-`copy`-an data rencana pembelian pesawat militer jenis T-50 dari laptop Delegasi Indonesia di Hotel `Lotte`, Seoul, adalah tindakan sangat memalukan," kata Anggota Fraksi Partai Demokrat Roy Suryo dan Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira secara terpisah di Jakarta, Senin.
Karena itu, anggota Komisi I DPR RI yang membidangi Hankam dan Luar Negeri ini mendesak pihak berkompeten segera merespons sekaligus meninindaklanjuti secara serius.
"Ini jangan dibiarkan begitu saja. Harus diusut apa penyebabnya dan siapa-siapa yang bertanggung jawab langsung, kemudian ada sanksi tegas," tegas Roy Suryo.
Sementara itu, Andreas H Pareira yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Hankam dan Hubungan Internasional menyatakan bahwa hilangnya dokumen rahasia hilang itu benar-benar sangat memalukan dan memprihatinkan.
"Berita hilangnya dokumen sangat penting dari kamar `VIP` pejabat tinggi RI di Seoul ini mengungkap setidaknya ada lima indikasi kelemahan kita," katanya.
Pertama, ini menunjukkan lemahnya birokrasi dalam menjaga rahasia negara.
"Kedua, hilangnya dokumen ini bisa jadi karena alasan strategis militer atau alasan persaingan bisnis," ungkap doktor ilmu politik dan hubungan internasional Universitas Parahiyangan ini.
Lalu ketiga, lanjutnya, kemungkinan perjalanan delegasi pejabat tinggi RI sudah dalam pantauan, atau mungkin pencuri dokumen malah telah menyelusup dalam rombongan.
"Kemudian, keempat, ada implikasinya terhadap strategi militer dan diplomasi. Terkait militer, dalam hal ini menyangkut rahasia pesawat T 50 dan sistem persenjataan jatuh ke pihak lain," katanya.
Sedangkan terhadap aspek diplomasi, ujarnya, menunjukkan rendahnya kredibilitas pejabat tinggi RI dari perspektif diplomasi.
"Karena tidak mampu mengamankan dokumen rahasia yang sangat penting yang menyangkut kerja sama antar negara," tegasnya.
Selanjutnya, indikasi kelima, demikian Andreas Pareira, Pemerintah RI lalai menggunakan mekanisme dan proses kerja sama diplomatik yang handal dalam mengamankan kepentingan Negara.
"Karena itu, Pemerintah melalui jalur diplomasi perlu segera menjelaskan kepada pihak Korsel mengenai kasus ini. Lalu, dari jalur keamanan, perlu segera meminta Interpol untuk mengusut tuntas dan menjelaskan ke publik mengenai kejadian ini," tandas Andreas H Pareira lagi. (Sumber : Antara)