Mahkamah Agung Korea Utara menjatuhkan hukuman 10 tahun kerja paksa bagi seorang warga Amerika Serikat keturunan Korea dengan tuduhan tindakan pidana subversif.
Kantor berita China, Xinhua Jumat 28 April 2016 melaporkan hukuman tersebut merupakan yang paling akhir menimpa warga asing di negara yang terkucil itu.
Kim Dng Chui ditangkap di Korea Utara pada Oktober lalu dan terbukti melakukan pelanggaran “spionase yang tidak dapat diampuni”, termasuk mencuri rahasia militer, kantor berita Korea Utara sebelumnya telah memberitakan.
“Mahkamah Agung Republik Demokratik Korea pada Jumat menghukum Kim Dong-chul, warga AS kelahiran Korea dengan hukuman kerja keras selama 10 tahun karena tindakan subversif pada sistem sosial DPRK dan kegiatan memata-matai,” tulis Xinhua.
Korea Utara, banyak dikritik karena penanganan Hak Asasi Manusia (HAM) yang buruk selama bertahun-tahun, pada masa lalu memanfaatkan tahanan Amerika Serikat untuk mendapat perhatian kunjungan petinggi AS, bagi negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik itu.
Pada awalnya pemerintah Korut memberikan hukuman yang berat kepada warga asing, meskipun akhirnya membebaskan mereka. Enam warga asing termasuk Kim dan tiga warga Korea selatan, diketahui sedang ditahan bersama Kim.
Kim, yang mengatakan menjadi warga AS melalui naturalisasi, mengaku melakukan tindakan mata-mata atas arahan pemerintah AS dan Korea Selatan, dan meminta maaf atas pelanggaran tersebut, menurut kantor berita Korea Utara, KCNA.
Pihak Utara saat ini juga menahan seorang warga AS, Otto Warmbier dengan hukuman 15 tahun kerja paksa pada Maret dengan tuduhan mencoba mencuri poster propaganda. Selain itu juga menahan rohaniwan Nasrani warga Kanada keturunan Korea yang menjadi narapidana seumur hidup karena dakwaan subversi.
Korea Utara memperketat keamanan menjelang kongres pertama dari partai yang berkuasa selama 36 tahun, yang akan dimulai pada 6 Mei mendatang.
Negara tersebut juga berusaha meningkatkan pengembangan senjata nuklir dan peluru kendali sejak melakukan percobaan nuklir pada Januari 2016.
Sumber : Jejak Tapak