Singapura adalah superpower di Asean. Negeri ini mirip Israel di Timur Tengah, yang pernah memaksa seluruh tetangganya bertekuk lutut dan kehilangan sebagian wilayahnya hanya dalam hitungan hari. Singapura adalah superpower di Asean. Negeri ini mirip Israel di Timur Tengah, yang pernah memaksa seluruh tetangganya bertekuk lutut dan kehilangan sebagian wilayahnya hanya dalam hitungan hari.
Negeri kecil dengan kekuatan militer raksasa, itulah Singapura. Sebuah kenyataan yang membuat perusahaan-perusahaan multinasional menjadikan negara kota ini pusat kendali operasi di Asia Tenggara. Mereka juga membangun industri strategis, di antaranya kilang-kilang minyak raksasa yang sukses memaksa Indonesia menjadi ‘kecanduan’ impor BBM dari sana.
Bila, suatu saat kelak, Singapura bergaya seperti Israel, mecaplok tanah tetangganya – Pulau Batam misalnya- dengan alasan keamanan atau sejarah, Indonesia pasti tak berdaya seperti bangsa Palestina. Tak hanya lantaran mesin perangnya ketinggalan zaman, tapi juga karena pemasok BBM-nya adalah Singapura.
Sebagaimana diungkapkan dalam "From Third World to First: The Singapore Story 1965-2000," karya mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, pembangunan militer Singapura tidak hanya meniru Israel. Angkatan perang Singapura, menurut buku terbitan 2000 ini, dibangun dan dibentuk oleh Israel. Sedangkan landasan pemikirannya, sebagai diungkapkan dalam berbagai kesempatan oleh Menteri Pertahanan Singapura, Ng Eng He, adalah kalau Singapura makin kuat, makin sedikit pula pihak yang berani memusuhi.
Posisi Singapura memang mirip Israel karena dijepit oleh dua negara yang jauh lebih besar dan berpenduduk mayoritas Islam, yaitu Malaysia di Utara dan Indonesia di Selatan. Selain itu, Singapura juga harus selalu siap tempur menghadapi segala kemungkinan terkait sengketa wilaya di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan. Sengketa ini yang dikhawatirkan bisa memicu perang terbuka ini melibatkan Filipina, Vietnam, Malaysia, Cina, Indonesia, dan Jepang.
Betapa kuatnya angkatan perang Singapura tampak jelas dari belanja peralatan tempurnya. International Peace Institue yang bermarkas di Stockholm mencatat, dalam periode 2008-2012, Singapura menjadi importir senjata terbesar kelima di dunia. Sungguh luar biasa mengingat populasinya hanya 5,3 juta, dan anggaran militernya mencapai 20% dari total anggaran belanja pemerintah.
Tahun 2013, Singapura mengalokasikan US$12 miliar untuk anggaran pertahanan. Bandingkan dengan Malaysia yang hanya sekitar $5 milliar, dan Indonesia dengan US$7,5 milliar. Tak cuma itu. Mesin-mesin perang Singapura juga lebih berkualitas, lantaran memiliki tingkat akurasi lebih tinggi, lebih cepat, dan lebih mematikan. Selain itu, serdadunya juga lebih terlatih.
Singapura juga satu-satunya negara Asia Tenggara yang tidak membeli mesin perang dari Rusia dan Cina. Ini karena para pemasok utamanya, yaitu Amerika Serikat dan sekutu dekatnya, mengizinkan Singapura memiliki mesin perang sesuai spesifikasi mereka. Inilah mengapa Singapura memiliki skuadron tempur, armada perang, roket, dan peluru kendali yang jauh lebih canggih ketimbang para tetangga terdekatnya.
Kenyataan itulah yang menjadi penyebab kenapa Indonesia dan Malaysia menghamburkan banyak uang untuk memborong mesin perang dari Rusia dan Cina. Salah satu pengeluaran terbesar oleh kedua negara ini adalah untuk belanja pesawat tempur Mig dan Sukhoi dari Rusia. Tak jelas apakah kedua negara ini benar-benar diizinkan melengkapi kedua jenis pesawat tempur canggih tersebut dengan sistem persenjataan standar Rusia.
Lebih dari itu, Singapura juga telah mengikat kerjasama militer dengan Amerika melalui US-Singapore Strategic Framework Agreement (USSFA). Perjanjian ini mengizinkan angkatan perang Amerika memakai pelabuhan angkatan laut dan lapangan udara militer Singapura sebagai basis operasi. Maka tak perlu heran kalau para pakar militer percaya, menyerang singapura sama dengan bunuh diri massal. Nasibnya bakal sama dengan Mesir, Yordania, dan Syria dalam Perang 6 Hari melawan Israel pada 1966. Ketika itu negara-negara Arab tersebut mengandalkan senjata butan Rusia dan sekutu dekatnya.
Sumber : The Global Review