Misi menemukan tiga remaja Yahudi gagal. Militer Israel mulai kalap. Mereka menanyai setiap warga Palestina di Tepi Barat terkait keberedaaan Eyal Ifrach, Gilad Shaer dan Naftali Frankel, yang usianya masih belasan tahun. Siapa yang tidak bisa menjawab sesuai pertanyaan tentara Israel atau IDF, warga Palestina dipastikan ditangkap dan ditahan.
Sudah ratusan warga Palestina ditangkap setelah tiga remaja Yahudi itu hilang. Puncak pencarian itu berakhir, setelah tiga remaja Yahudi itu ditemukan di dekat Hebron dalam kondisi tidak bernyawa. IDF kembali kalap. Rumah-rumah yang diduga milik penculik tiga remaja Yahudi itu dihancurkan.
Kematian tiga remaja Yahudi itu bukan akhir cerita tragedi di Gaza. Cerita justru dimulai, ketika tiga warga Israel melakukan aksi balas dendam, dengan menculik remaja Palestina bernama Mohamed Abu Khdair, 17. Pembalasan lebih kejam dijalankan. Khdair tak hanya diculik, tapi dia dibakar hidup-hidup.
Pekikan "Intifada!"Jasad Khdair ditemukan di sebuah hutan di Tepi Barat dalam kondisi hangus. ”Penyebab langsung kematiannya adalah luka bakar akibat kebakaran dan itu komplikasi,” tulis kantor berita Wafa mengutip hasil autopsi jenazah Khdair.
Kematian Khdair itu mulai membakar semangat perlawanan rakyat Gaza. Ketika jasad Khdair dimakamkan, para warga Gaza memekikkan “Intifada!”, “Intifada!”, sebuah jargon khas rakyat Palestina yang bermakna pertempuran habis-habisan melawan pendudukan Israel.
Berselang beberapa hari, setelah Khdair dikubur, para militan di Jalur Gaza mulai bermanuver dengan roket-roket mereka ke wilayah Israel. Pihak Israel mengklaim sudah ratusan roket ditembakkan dari Gaza ke Israel. Namun, manuver itu tidak menimbulkan dampak kerusakan atau pun korban jiwa, sebab Israel mengandalkan sistem pencegat rudal canggih bernama Iron Dome.
Tidak tahan dengan hujan roket, pemerintah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu kehabisan kesabaran. Mereka memutuskan menginvasi Jalur Gaza melalui serangan udara. Invasi dimulai Selasa, pekan lalu hingga hari ini (16/7/2014). Saban hari rakyat Gaza berjatuhan, dan terus bertambah hingga sore ini jumlahnya lebih dari 200 jiwa.
Sedangkan serangan roket Hamas, sejauh ini baru menewaskan satu warga Israel dan melukai sekitar 10 warga Israel lainnya. Dengan banyaknya korban jiwa di Gaza, Hamas semakin garang. Mereka, terutama sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam menolak mentah-mentah usulan gencatan senjata dengan Israel yang dimediatori Mesir. Bagi sayap militer Hamas itu, semboyan “darah dibalas darah, dan nyawa dibalas nyawa” tetap berlaku.
Diplomasi AbbasIsrael pun tidak mau menanggung risiko. Sehari setelah menyatakan setuju gencatan senjata, mereka tetap menginvasi Jalur Gaza. Dalih mereka, tidak lain karena Hamas tidak berhenti menembakkan roket ke Israel.
Sementara itu, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dan pemerintah baru Palestina pimpinan Perdana Menteri Rami Hamdallah, mencari cara lain untuk menghentikan invasi Israel. Cara itu lewat diplomasi di PBB. Di mana, sejumlah negara, termasuk Indonesia sudah siap menyeret Israel ke Mahkamah Internasional atas tuduhan melakukan kejahatan perang terhadap rakyat Palestina di Gaza. Terlebih data PBB menyebut, 70 persen korban invasi Israel di Gaza adalah warga sipil.
Namun, sebagian rakyat Gaza yang tidak menyukai cara pemerintah Palestina justru salah paham. Puluhan rakyat Gaza, berkumpul di halaman rumah sakit di Gaza dengan menggenggam sandal dan sepatu untuk menolak kedatangan para pejabat pemerintah Palestina untuk melihat penderitaan rakyat Gaza di rumah sakit tersebut.
”(Presiden) Abbas adalah seorang mata-mata, keluarga Hamdallah seorang pengkhianat,” teriak seorang pemuda mengacu kepada Presiden Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Rami Hamdallah, perdana menteri dari pemerintahan baru Palestina.
Hamas memang misterius. Regenerasi kelompok itu beserta sayap-sayap militernya seperti tak pernah terputus. Padahal, setiap kali berkonflik dengan Israel, korban terbanyak justru dari pihak Hamas, meski tidak menafikkan sebagian besar di antaranya warga sipil di Jalur Gaza.
Israel dan para analis Amerika Serikat sendiri tidak pernah mengetahui ada berapa kelompok sayap militer Hamas. Sayap militer Hamas yang paling dikenal adalah Brigade al-Qassam, kelompok yang rajin menyerang Israel dengan roket-roket mereka.
Analis dari Institut Washington untuk Kebijakan Timur Tengah, Neri Zilber, mengatakan, kebijakan sayap militer Hamas bahkan terkadang jauh lebih keras daripada para pemimpin politik Hamas. ”Sayap militer (Hamas) sangat banyak, dan memiliki banyak ide,” ujarnya kepada CNN.
Di struktur kepemimpinan politik, Hamas saat ini dipimpin Khaled Meshaal. Tokoh top Hamas ini yang membuat Israe kerap “naik darah”. Dia sudah aktif membesarkan Hamas sejak tahun 2004, setelah pemimpin Hamas Abdel Aziz al-Rantissi, tewas dalam serangan udara Israel.
Mehsaal yang merupakan mantan guru itu kerap mengoperasikan Hamas justru dari Qatar. Di negara itulah, Meshaal menggalang dana dari para pendukungnya di wilayah Timur Tengah. Satu-satunya cara menjegal langkah pentolan Hamas itu pernah dilakukan Israel dengan cara licik. Yakni dengan cara meracuni Meshaal, dengan menggunakan jasa intelijen Israel, Mossad.
Racun hingga Iron DomeLaporan rencana pembunuhan aneh terhadap Meshaal pernah terungkap tahun 1997. Agen Mossad kala itu dilaporkan menyuntik racun ke telinga Meshaal. Tapi, pentolan Hamas itu diselamatkan Raja Yordania, Hussein. Yordania yang memiliki perjanjian damai dengan Israel mengancam akan memutuskan hubungan dengan Israel, kecuali Mossad memberikan penawar racun. Mossad akhirnya tunduk.
”Allah menyelamatkan saya, melalui Raja Hussein,” kata Meshaal kepada CNN dalam wawacara tahun 2002.
Meski membantu Hamas, Qatar tidak mampu memberikan keahlian dan pelatihan militer, termasuk memproduksi roket dan pesawat untuk melawan Israel. Menurut Zilber, Iran adalah negara utama yang membantu Hamas dalam pasokan alutsista.
Salah satu senjata andalan Hamas adalah rudal M-302. Selama berkonflik dengan Israel rudal jenis menghujani wilayah Israel setiap 10 menit. Hamas mengklaim, rudal itu dibuat mereka sendiri. Tapi Israel curiga rudal itu dipasok Iran.
Senjata terbaru Hamas yang baru diluncurkan ke wilayah Israel dua hari lalu adalah pesawat nirawak yang bernama Ababil. Pesawat nirawak atau drone Ababil juga dicurigai dipasok oleh Iran.
Namun, senjata-senjata Hamas itu tetap saja masih kalah canggih dengan senjata Israel. Israel selama ini menjamin keselamatan rakyatnya dengan sistem penangkis rudal Iron Dome. Ratusan roket Hamas ditangkis Iron Dome.
Israel juga memiliki tank-tank tempur, artileri, hingga pesawat jet tempur yang terbukti meluluhlantakkan Gaza dalam hitungan hari, dengan korban tewas hingga sekarang mencapai 200-an jiwa.
Israel juga dicurigai memiliki nuklir. Namun, anehnya dengan beragam senjata canggih itu Israel tidak pernah bisa membersihkan Hamas yang jadi musuh abadinya selama bertahun-tahun.(Sumber : Sindo)