"Mereka siap membuka teknologi inti pembuatan radar. Itu sangat langka," ujar Kepala Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (PPET) LIPI, Hiskia Sirait, di sela-sela Konferensi Internasional tentang Radar, Antena, Elektronika, dan Telekomunikasi (Icramet) III, Rabu (7/5) di Batam, Kepulauan Riau.
Kini, para peneliti LIPI dan perwakilan negara yang belum bersedia disebut itu sudah saling berbicara dan mengunjungi.
Keengganan negara calon mitra disebut, kata Hiskia, antara lain karena alasan politis, baik domestik maupun internasional. "Kami tak ingin kesempatan kerja sama hilang karena ada pihak yang salah memahami. Jika jadi, ini kesempatan Indonesia memproduksi radarnya sendiri," tambahnya.
Kerja sama itu, di antaranya akan menghasilkan radar sipil di bandara dan radar pasif. Radar pasif mendeteksi sinyal radar lain. "Jika diketahui ada sinyal radar asing, bisa dilakukan tindakan. Kalau lawan dilacak, kalau radar kawan didata," ucapnya.
Kepala Divisi Telekomunikasi PPET LIPI Mashury Wahab menuturkan, LIPI punya beberapa purwarupa radar. Penelitian LIPI antara lain menghasilkan purwarupa radar pengawas pantai (ISRA). Beberapa produsen dalam negeri siap membuat dan memasarkannya.
Namun, kerja sama yang dijajaki saat ini tetap diperlukan untuk peningkatan kemampuan Indonesia memproduksi radar.
Selama ini Indonesia bergantung pada produksi asing. Negara-negara itu menutup kesempatan Indonesia mempelajari radar buatan mereka.
Kepala LIPI Lukman Hakim menuturkan, radar amat penting dalam sistem pertahanan suatu negara. Radar jadi mata negara untuk mengawasi wilayahnya dan potensi ancaman dari luar. Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia memiliki radar sendiri. LIPI terus mengembangkan kemampuan merancang radar. Icramet salah satu cara LIPI mendorong peneliti mengembangkan teknologi radar. "LIPI akan bekerja sama dengan berberapa perguruan tinggi membuat program pascasarjana bidang radar," ujarnya.(Sumber : National Geographic)