Keberadaan fighter semacam Su-35 sangat penting untuk mengawal Kapal Selam Kilo, Amur yang akan dibeli oleh TNI. Pasalnya, sekalinya kapal selam ini menembakkan missile Klub-S, pesawat pencari kapal selam akan dengan mudah melacak lokasi asal-usul rudal itu ditembakkan. Apalagi, MQ-4C Triton, versi naval dari RQ-4 Global Hawk yang akan dimiliki Australia, sanggup terbang sehari lebih (30 jam). Cukup efektif meronda laut. Siapa tahu tiba-tiba muncul Klub-S dari tengah lautan, Triton akan bisa menganalisis asal-usulnya. Triton kemudian melapor ke pesawat MPA (P8 Poseidon, dan lain-lain) dan kapal perang, akhirnya bisa dengan cepat menemukan keberadaan kapal selam dan menghancurkannya.
Ya, lima tahun lagi, kapal selam termasuk Kilo dan Amur, makin rentan terhadap musuh dari langit. Tahun 2020 Australia akan memiliki P8 Poseidon untuk tracking dan menghancurkan kapal selam dari ketinggian yang sangat tinggi. Pesawat MPA yang ada saat ini, kalau mau menghancurkan kapal selam harus turun sampai ketinggian 200-300 meter di atas permukaan laut, baru meluncurkan torpedonya dengan parasut. Pada ketinggian yang sangat rendah ini, kapal selam semacam Kilo masih bisa menyerang pesawat MPA dengan rudalnya, meskipun harus “nyembul” dulu ke permukaan laut untuk menembakkan rudal.Nanti P8 Poseidon tidak perlu turun sampai 300 meter di atas laut untuk menembak kapal selam, tapi bisa menembak dari ketinggian 18,000 meter dari permukaan laut. Gila !!! Dengan keunggulan ini, airframe pesawat akan lebih tahan lama, karena tidak mengalami perubahan stress berulang-ulang saat mengubah-ubah ketinggian dan tidak terpapar hawa dekat permukaan laut yang korosif.
Boeing saat ini sedang mengembangkan sistem JDAM, yang biasanya dipakai pada bom pintar, untuk diaplikasikan pada torpedo. Dengan teknologi ini, dari ketinggian 18,000-an meter P8 Poseidon akan menembakakn torpedo yang dilengkapi kit JDAM sebagai pengarah ke koordinat yang ditentukan. Saat ketinggian mencapai 300-an meter dari permukaan laut, kit JDAM dilepas dan torpedo mengembangkan parasutnya. Setelah mencapai laut, parasut dilepas, dan torpedo sacara mandiri akan mengejar kapal selam.Torpedo dengan kit JDAM diperkirakan operasional 2020, dan segera akan mengubah model pertempuran anti kapal selam dengan teknologi yang belum pernah diaplikasikan saat ini. Selain dibantu Triton, P8 Poseidon sendiri akan menggunakan teknologi terakhir dalam mencari kapal selam. Sonobuoy (jaringan sonar terapung) tetap masih akan dipakai, tetapi tidak lagi menggunakan MAD karena kapasitasnya yang memakan tempat dan lagian MAD akan efektif saat kapal selamnya tidak jauh-jauh dari permukaan laut. MAD akan menganalisis perubahan garis-garis medan magnit di suatu tempat, saat ada benda logam (kapal selam). Sebagai ganti MAD, P8 dilengkapi sensor untuk menganalisis kandungan hidrokarbon pada uap air laut yang dihasilkan dari gas buang mesin disel kapal selam.
Dengan teknologi-teknologi ini, kapal selam akan semakin rentan menghadapi musuh dari udara. Tugas SU-35 untuk menyingkirkan benda-benda langit semacam ini: Triton, Poseidon, Pesawat MPA, dan lain lain. Fighter Bomber Su-34 lebih mantap lagi, karena selain membawa misil jarak jauh anti pesawat, juga bisa dikombinasi dengan membawa Klub-S atau 1 Yakhont untuk sasaran di laut dan daratan.
Variasi lain adalah jangan melupakan pengadaan kapal selam Type 212 Jerman, yang sekelas Scorpene, Lada, dan lain-lain. Atau sekalian turunan 212 semacam Type 216 yang sudah punya VLS untuk land attack. Kapal selam 212 sudah bisa dilengkapi missile IDAS. IDAS adalah misil anti pesawat pertama di dunia yang bisa ditembakkan dari bawah permukaan laut. IDAS menjadi salah satu ancaman P8 Poseidon karena jangkauannya cukup jauh, 20 km. Tahun lalu Singapore beli 2 KS Jerman turunan 216, masing-masing seharga 800 juta US$. Saya curiga KS ini sudah dilengkapi IDAS.Teknologi perang anti kapal selam model baru ini, saat ini memang masih baru, belum mature, termasuk torpedo ber-JDAM nya. Kita tunggu di 2020 nanti. Apapun P8 yangg dibeli Australia nanti, juga bisa di-upgrade dengan teknologi terakhir yang proven. Yang perlu diantisipasi TNI adalah pandai memilih alutsista yang juga bisa untuk menghadapi model perang 2020-up. Misalnya jangan hanya terkancing dengan kapal selam Kilo yang tidak punya AIP.
Tanda tanda jaman mengarah ke teknologi yang sedang dikembangkan di P8 Poseidon. Hal ini mirip dengan perkembangan pesawat stealth, yang diawali F-117, dan kemudian muncul model perang antar fighter gaya baru yang “curang dan tidak adil” yang dipelopori F-22 Raptor. Dan seluruh dunia kini mengarah ke model perang ini.(Sumber : jakarta Greater)