JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan mempercepat pembelian pesawat intai tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dari Filipina.
"Proses pengadaan memang lama, memakan waktu selama 3 tahun. Sekarang akan kami percepat," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemhan, Marsdya TNI Erris Herryanto kepada wartawan usai menghadiri pertemuan Menhan dengan AS-ASEAN di ruang Palapa Kemhan, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2012).
Erris menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan solusi untuk mengatasi lambannya pengadaan satu paket pesawat intai tanpa awak dari Kital, perusahaan asal Filipina ini. Salah satunya adalah mengenai penetapan anggaran.
"Sebagiannya penetapan anggaran. Kita tidak bisa menandatangani kontrak jika tidak ada penetapan anggaran," kata Erris.
Sementara itu, Erris mewakili Kemhan juga tidak mempermasalahkan mengenai pabrikan pesawat tersebut yang teknologinya dari Israel.
"Teknologi sekarang kan global, bisa dari negara mana saja," ungkap Erris.
Sebagaimana diketahui, UAV buatan Divisi Malat Israeli Aircraft Industries (IAI) dinilai paling unggul untuk penggunaan di angkasa Nusantara. Pada 1996, Indonesia pertama kali menggunakan UAV Searcher Mk II buatan Israel milik Singapura untuk mencari lokasi sandera peneliti asing di Papua. Selain Singapura, Malaysia juga telah mengoperasikan senjata buatan Israel.
Rencananya TNI membangun satu skuadron pesawat UAV. Pada 2006, TNI menggelar tender pembelian empat pesawat pengintai tanpa awak (UAV) untuk Badan Intelijen Strategis (Bais) yang akhirnya dimenangkan oleh Searcher Mk II melalui perusahaan Filipina, Kital Philippine Corp dengan nilai 6 juta dolar AS per unitnya. Dananya didapat dari Bank Leumi (Inggris) dan Bank Union (Filipina) untuk kredit ekspor. Belakangan karena ramai dikritik DPR, proyek pengadaan tersebut tertunda.(Sumber : Tribun News)