JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia (TNI) enggan terburu-buru menyetujui hibah pesawat tempur F-16A/B bekas dari Amerika Serikat. Hingga kini, TNI Angkatan Udara dan Kementerian Pertahanan masih mengkaji rencana hibah 24 pesawat tempur itu.
Sebab, Kementerian Pertahanan menyatakan hibah pesawat itu memiliki konsekuensi dalam penggunaan anggaran. "Kami masih menunggu hasilnya, mana yang lebih menguntungkan antara menerima hibah atau membeli baru," ujar Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, Senin (15/11).
Agus menjelaskan, jika menerima hibah maka harus merevitalisasi pesawat-pesawat itu sehingga kondisinya layak terbang. "Untuk revitalisasi sehingga memiliki kondisi seperti baru kembali perlu anggaran," ujar mantan Kepala Staf Angkatan Laut itu.
Selain itu, Agus menyatakan pesawat tempur milik TNI yang ada sekarang juga perlu direvitalisasi agar kemampuannya sepadan dengan pesawat F-16 hibah tersebut. Cuma, Agus mengaku tidak hafal berapa biaya yang dibutuhkan untuk merevitalisasi satu unit pesawat F-16 bekas itu. Tapi, menurutnya alokasi anggaran yang disiapkan untuk membeli pesawat baru bisa dipakai untuk merevitalisasi 24 pesawat hibah serta semua pesawat tempur milik TNI saat ini.
Jadi, kata Agus, biaya untuk membeli pesawat baru sepadan dengan anggaran untuk meningkatkan kapasitas pesawat tempur hibah maupun pesawat tempur milik TNI lainnya. Sayangnya, dia mengaku tidak hapal dengan alokasi anggaran untuk pembelian pesawat baru.
Bukan itu saja, menurut Agus, diperkirakan pesawat hibah itu bisa digunakan hingga tahun 2025. "Yang saya tangkap seperti itu, sehingga masih cukup waktu," imbuhnya
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan selain mengkaji rencana hibah itu, pemerintah juga mengkaji pembelian pesawat tempur F-16 terbaru yaitu F-16 C/D block 52.(Sumber : Kontan)